Monday, November 28, 2011

Ronggeng Sebagai Media Ritual dan Hiburan Masyarakat


Tema: Kesenian
Tanggal: 26 November 2011

Ronggeng sebagai Media Ritual dan Hiburan

Pengantar
Setelah panen selesai, Desa-desa di Pulau Jawa biasanya melaksanakan sebuah pesta rakyat sebagai ucapan Syukur. Dalam Buku Kebudayaan Jawa menyatakan bahwa, bulan-bulan setelah akhir panen merupakan waktu bersuka ria. Dalam saat seperti itulah para dalang para penari sibuk melayani permintaan untuk mengadakan pertunjukan di berbagai perayaan dusun (Koentjaraningrat, 1994: 211-212). Waktu bersuka ria dalam rangka pesta panen, biasanya digunakan oleh beberapa Desa bahkan Dusun untuk memanggil kesenian-kesenian rakyat. Bagi mereka yang berada di pesisir pantai, masyarakat akan memanggil Doger, sedangkan di daerah-daerah pegunungan, masyarakat akan memanggil Ronggeng (Heriyawati, 2004:1-3). Kesenian-kesenian rakyat seperti Ronggeng telah mengakar di Pulau Jawa.
Dalam sejarahnya, Ronggeng telah ada sejak 185 tahun yang lalu, hal ini tertulis dalam Karya Sastra Jawa yang sangat terkenal, yaitu Serat Centhini. Dalam karya sastra ini yang secara historis telah terjadi sekitar 185 tahun yang lalu (masa Pemerintahan Paku Buwana IV 1788-1820M). (Endang Caturwati, 2006: 8). Bila ditelaah lebih jauh, maka Ronggeng dan perayaan rakyat sama tuanya dengan kehidupan agraris masyarakat. Hal tersebut telah terjadi sejak dahulu, yang terbukti dari zaman-zaman awal manusia, adanya ritual sebagai ucapan syukur atau tolak bala sudah menjadi pakem masyarakat. Adapun permasalahan yang diangkat oleh penulis yaitu, bagaimana Ronggeng beradaptasi terhadap masyarakat? Bagaimana Makna Ronggeng terhadap masyarakat?

Pembahasan
Ronggeng, Doger, Tayub, merupakan ucapan syukur dari masyarakat. Biasanya masyarakat menggunakan kesenian rakyat tersebut sebagai upacara ritual mereka. sebagai ucapan syukur mereka atas pesta panen masyarkat. Seperti halnya masyarakat pegunungan menggunakan Ronggeng sebagai ucapan syukur mereka terhadap Dewi Sri. Dalam buku History of Java, menyatakan bahwa tarian tersebut awalnya adalah ritual pemujaan terhadap Dewi Kesuburan atau Dewi Sri. Sedangkan Doger sebagai ucapan syukur mereka atas keberhasilan mereka pesta panen. Kesenian rakyat menjadi ritual masyarakat sebagai ucapan syukur. Hal ini didukung dengan pernytaan dari Highwater yang menyatakan, Mereka percaya, bahwa tarian dapat membentuk lingkungan alam serta dapat memfokuskan kekuatan yang menular pada alam gaib. Oleh karenanya upacara kesuburan masih banyak digunakan masyarakat tertentu hingga saat ini (1999,24). Berkenaan dengan hal tersebut, telah terjadi kesesuaian dimana kesenian rakyat menjadi sarana ucapan syukur dan sebagai tolak bala.
Dalam buku karya Ahmad Tohari yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruh: Catatan Si Emak, Ronggeng atau Kesenian lainya seperti tayub, para Ronggeng tidak hanya menemani para penonton sambil berjoget saja, tetapi Ronggeng juga menemani mereka di tempat tidur. Hal ini merupakan hal yang abu-abu. Bila ditelaah dalam tataran ritual, adanya pelayanan dari Ronggeng di tempat tidur, dapat diartikan sebagai ungkapan untuk tolak bala. Ronggeng dipercaya sangat sakral, Ronggeng dipercaya telah dirasuki roh dalam menari. Sehingga masyarakat mempercayai, bahwa Ronggeng benar-benar perangkat ritual ucapan syukur mereka. Aktifitas bersetubuh merupakan ungkapan syukur serta tolak bala. Tidak asing lagi bila keperawanan sang Ronggeng menjadi hal yang penting, masyarakat mempercayai dimana bersetubuh dengan Ronggeng merupakan ungkapan tolak bala, ucapan syukur dan simbol kejantanan.
Selain makna Ronggeng sebagai ucapan syukur atas hasil panen dan tolak bala untuk penanaman ke depan. Ronggeng sebagai kesenian rakyat juga menjadi media hiburan masyarakat. Ronggeng sebagai media hiburan juga terbagi lagi menjadi tempat berkumpul dan tempat bersenang-senang. Tempat berkumpul disini adalah tempat silahturahmi warga atas kesibukan masing-masing warga dalam beraktifitas. Maka itu dalam moment ini, Pesta rakyat merupakan tempat berkumpul bersama. Menurut Heryawati, upacara memiliki makna integrasi dan menjadi media silaturahim di antara sesama masyarakatnya (2004:3).
Selain itu tempat bersenang-senang yang dimaksud adalah tempat mereka melepas lelah, tempat untuk para petani untuk para pelaut, untuk para masyarakat melepas beban kehidupan mereka, setelah berbulan-bulan bertani dan bekerja, maka dalam pesta rakyat, Ronggeng menjadi sarana hiburan yang tepat, para masyarakat dapat berjoget riang, bernyanyi bersama, berlaku bebas. Dalam buku The Religion of Java juga menggambaran mengenai tarian, Ronggengan, tayuban, serta acara minum-minum yang menyertainya (Geertz, 1960: 299). Ronggeng sebagai tempat mereka melepas semua. Ronggeng tempat melepas semuanya, bila dihubungkan lagi dengan fungsi Ronggeng di Ranjang, adalah untuk melepas beban, dengan bermain perempuan, mereka percaya merupakan hiburan bagi masyarkat untuk melepas stress, setelah sekian lama dalam suatu tataran rutinitas.
Ronggeng dalam keberlangsungannya memang mengalami perubahan adapun adaptasi yang dilakukan oleh grup dari Ronggeng tersebut, semua hal tersebut menyesuaikan masyarakat, tetapi dalam adaptasi terhadap masyarakat, Ronggeng tidak berubah fungsi. Ronggeng sebagai kesenian mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat, makna pertama adalah sebagai media ritual masyarakat terhadap Dewi Sri, dengan adanya Ronggeng sebagai ungkapan syukur, sebagai ungkapan terima kasih atas hasil panen yang mereka dapat. Ronggeng yang identik dengan goyangannya yang seksi dinilai masyarakat sebagai lambang kesuburan. Maka itu Ronggeng digunakan masyarkat sebagai ucapan syukur serta tolak bala. Makna kedua Ronggeng adalah sebagai media hiburan masyarakat. Media hiburan disini adalah sebagai tempat melepas penat para petani, para masyarakat, maka itu mereka menari, bernyanyi bahkan berbuat kurang sopan terhadap para penari. Ronggeng sebagai tempat melepas kebosanan atas rutinitas. Sedangkan makna ketiga, Ronggeng sebagai sarana untuk memperat tali silahturahmi. Dimana para masyarakat yang telah sibuk sendiri-sendiri, dapat bertemu, dapat melepas penat bersama. Dapat dikatakan Ronggeng sangat penting bagi masyarakat, karena memegang banyak peranan kehidupan para masyarakat.

Daftar Pustaka
Caturwati, Endang. Perempuan &Ronggeng. 2006. Bandung: Pusat Kajian LBPB
Geertz. Cliford. The Religion of Java. 1960. Glencoe,Ill : The Free Press
Heriyawati, Yanti. Tesis : Doger dan Ronggeng. Dua Wajah Tari Perempuan di jawa Barat.
2004. Yogyakarta: UGM
Highwater, Jamake. Dance Rituals of Experience. Edisi Ketiga. 1992. New York: The Native
Land Foundation.
Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. 1994. Jakarta: Balai Pustaka.

No comments: