Sunday, December 29, 2013

Lirih Tak Bertuan

Sore itu
di depan pasang mata
seorang wanita mulai memasuki panggungnya
berjalan perlahan ke tengah singgasana
dengan karpet hitam putih membentang
ia mulai melakukan gerakan yang repetitif
berlenggak lenggok kiri dan kanan
sesekali mengibaskan selendang
dan menatap datar nan tegang ke penonton

ditemani hujan
walau hanya gerimis
bercampur haru, malu, marah dan lapar
dan tak bergeming walau tawa, celoteh, makian, dan cercaan
terlontar dari mulut-mulut para lidah tak bertulang

beberapa saat kemudian,
wanita tersebut berjalan ke sisi panggung,

mengambil sebuah kotak kecil
dan berjalan ke arah penonton
memohon tanpa memaksa
 beberapa orang acuh
pura-pura tak melihat
bahkan pura-pura berbicara dengan pasangannya
senyum, ya hanya senyum terlontar dari wanita itu
sembari menemani kepergiannya

Thursday, February 7, 2013

Srawung Seni Segara Gunung



Srawung Seni Segara Gunung
Srawung Seni dan Ketuhanan: Pembahasan hingga Esensi
Candi Borobudur, 27 April 2012
Michael Haryo Bagus Raditya

            Srawung Seni Segara Gunung merupakan rangkaian acara kesenian yang mengangkat tema Srawung Seni sebagai fokus utama dalam pembahasan kesenian, dimana Srawung Seni akan dikontekskan dalam berbagai tema, seperti Arkeologi, Mitos dan Ketuhanan. Rangkaian acara ini dilaksanakan dari tanggal 20 April hingga 29 April 2012, tetapi dibagi kedalam dua bentuk kegiatan, dimana pada tanggal 20-24 April diadakan Latihan, Penelitian dan Retreat, sedangkan tanggal 25-29 April diadakan diskusi dan pertunjukan dari berbagai seniman, baik domestik maupun mancanegara. Srawung Gunung memang sangat mengundang perhatian para seniman dan pemerhati seni, karena menyangkut Srawung sebagai kesenian yang dipadukan dengan nilai-nilai penting lainnya. Yang dapat dipikirkan adalah, bagaimana posisi Seni dalam nilai-nilai yang sakral tersebut, dan apakah para pembicara dapat merepresentasikan dan mempunyai jalan tengah dari hal tersebut tanpa harus menghancurkan nilai yang satu dengan yang lain.
            Pada kesempatan kali ini, saya beserta teman-teman dari Pasca Seni Pertunjukan UGM dengan ditemani dan dibimbing oleh Mas Lono Lastoro Simatupang, dapat menyaksikan secara langsung  diskusi dan pertunjukan acara Srawung Seni tersebut. Tema Srawung Seni pada saat itu adalah Srawung Seni dan Ketuhanan. Ketuhanan sebagai sebuah konsep telah terkonstruksi dalam pemikiran kita semua, dimana Tuhan sebagai suatu yang “Esa”, “sakral”, “suci”, “adilihung”, dan pembahasan ini ingin menguak bagaimana pengaruh seni dan ketuhanan. Apakah Seni mengatur nilai ketuhanan atau ketuhanan mengatur seni. Diskusi ini dibagi kedalam dua sesi, sesi pertama diampuh oleh tiga pembicara yang berkecimpung dalam seni secara akademis, dan pada sesi kedua diampuh oleh empat pembicara yang berkecimpung dalam seni lebih secara praktik. Setelah diskusi usai, para penonton akan dimanjakan dengan pertunjukan seni dari berbagai daerah.

Friday, January 18, 2013

Hegemoni Dangdut Koplo Pada Masyarakat



Hegemoni Dangdut Koplo Pada Masyarakat
Michael Haryo Bagus Raditya

Abstrak
Dangdut Koplo, merupakan sebuah fenomena baru di dunia permusikan tanah air pada tahun 2012 kemarin. Sebenarnya kemunculan Dangdut Koplo itu sendiri sudah berkembang lama sekali di daerah. Pelacakan telah dilakukan, dan ternyata Dangdut Koplo merupakan sebuah musik yang merupakan hasil intepretasi masyarakat terhadap sebuah aliran musik bernama, Dangdut. Dangdut Koplo merupakan sebuah terusan dari Dangdut, karena posisinya yang berasal dari perkembangan Dangdut, tetapi menciptakan sebuah hal yang baru dalam jenis musik tersebut. Koplo dalam organologi dapat dikatakan sama saja dengan Dangdut biasanya, yang membedakan adalah cara pemainan dan bunyi yang dikeluarkan dari organologi tersebut. Dalam keberlangsungannya, Dangdut Koplo telah terjamin patronasenya, bagaimana tidak, Koplo yang sangat berkembang pesat di Jawa Timur dan daerah Pantura merupakan agenda rutin masyarakat dalam meryakan upacara siklus hidup atau apapun. Koplo sangat mempunyai kekuatan dalam keberlangsungannya terhadap masyarakat. Melihat posisi Koplo yang sangat kuat, maka pada tulisan ini, penulis mencoba untuk melihat pemaknaan-pemaknaan yang terjadi.

Kata Kunci: Dangdut Koplo, Pemaknaan, Tanda, Relasi Kuasa, Hegemoni

Estetika Dangdut Koplo “Go Public”



Estetika Dangdut Koplo “Go Public”
Michael Haryo Bagus Raditya
Abstrak
Dangdut Koplo atau yang sering disebut sebagai “Koplonan” merupakan sebuah kesenian rakyat yang bila ditilik lebih jauh merupakan sub dari musik dangdut itu sendiri. Dalam perkembangannya, masyarakat lokal menciptakan hal baru dalam perkembangan dangdut tersebut, khususnya di daerah Pantura dan Jawa Timur. Eksistensi Dangdut Koplo sebagai kesenian rakyat menjadi sangat kuat di daerahnya sendiri. Tetapi ketika Inul Daratista naik ke panggung televisi, semuanya telah berubah, kiblat dangdut ala Rhoma menjadi tergeser dan koplo seakan menjadi kiblat belakangan ini. Naiknya Koplo seakan menjadi lonjakan besar bagi masyarakat pelaku koplo. Demam koplo seakan menasionalisasi bangsa, tetapi yang menjadi persoalan, terdapat nilai estetika pada dangdut koplo, dan adanya dilema dangdut koplo sebagai hiburan bagi semua kaum masyarakat, menjadikan para penonton, apakah mereka benar-benar menyukainya atau hanya menjadi karbitan saja. Estetika suatu kesenian akan kuat kedalam, dan apakah pada dangdut Koplo, estetika beranjak keluar.

Kata Kunci: Dangdut Koplo, Koplonan, Estetika, Pantura, identitas masyarakat

Review “Introduction, The Aesthetics of Symbolic Construction and Experience”



Review “Introduction, The Aesthetics of Symbolic Construction and Experience” dari Bruce Kapferer and Angela Hobart dalam “Aesthetic In Performance, Formation of Symbolic Construction and Experience”, oleh Michael Haryo Bagus Raditya

            Dalam bab ini, penulis mengidikasikan bahwa pada bab ini akan difokuskan kepada permasalahan estetika sebagai konstruksi simbol dan pengalaman. Pada awal penulisan, penulis melayangkan sebuah hipotesa, dimana beliau mengatakan bahwa sebuah pertunjukan dipertimbangkan secara estetik, yang dimaksud disini adalah proses yang berlangsung sebagai bentuk seni itu sendiri terjadi sebelum refleksi bersamaan dengan permasalahan dinamik yang ada terkonstruksi dan secara paksa karena pengalaman. Pada dasarnya konsep yang digunakan pada sebuah hal yang bernama estetika merupakan terapan dari pembuatan simbol atau struktur dinamik berdasarkan pengalaman pelaku, artian dan nilai yang ada. Studi estetik telah terkonsentrai dari bentuk seni dan isu yang berkembang atas estetik itu sendiri. Dalam bukunya, lectures on fine art  karangan Hegel, beliau mengembangkan ide dari Kantian, dimana jenis dari estetika didasarkan pada kriteria objek dari nilai yang terbentuk, nilai tersebut berasal dari sejarah dan budaya hingga sekarang. Sebuah konsep tentang estetik terbentuk darimana tetmpat itu berada, yang mana akan muncul artian dari keindahan sebagai usaha untuk mencari kreasi estetik tersebut. Adapun perbedaan yang mendasar antara pemikiran Kant dan Hegel, untuk Kant, sama dengan Hegel, estetik tidak hanya melulu berkonsentrasi pada seni tersebut, tetapi hati dari kritikan yang mengerti tentang manusia yang bernaung disitu.