Saturday, March 15, 2014

Resensi Buku Sukarno Orang Kiri Revolusi dan G30S 1965 (Onghokham)



Pengarang                  :           Onghokham
Judul                          :           Soekarno
                                                Orang Kiri Revolusi dan G30S 1965
Tahun Terbit             :           2009
Kota Penerbit            :           Jakarta
Penerbit                      :           Komunitas Bambu
Keterangan                :           (xxi, 220, 13gb;14x21cm)
Oleh                            :           Michael HB Raditya

Tidak ada orang yang monolitis hanya berakar pada budaya atau hanya pada politik. Sukarno sendiri mungkin tidak akan dapat menjawabnya, sebab pribadi perseorangan, kecuali pemikiran rasional dan tipu muslihatnya, pasti dibentuk oleh tradisi budaya dan masyarakat.
_Onghokham_

Wednesday, January 8, 2014

THE ESSENCE OF SENGGAKAN IN DANGDUT KOPLO AS MUSICAL IDENTITES



 Michael HB Raditya
michael.raditya@gmail.com



Abstract


In its development, Dangdut has been evolving in line with the globalization era, the society preference and the cultural pattern. The current performance of Dangdut Koplo has many new elements. Its interesting element is called the Senggakan. In each musical performance showed by the Melayu orchestra, the Senggakan plays major function. The Senggakan provides beats and unique touch that make Dangdut Koplo distinct from Dangdut in terms of its musicality. The success of Dangdut Koplo is caused due to the existence of habitus society, i.e. the Senggakan and the Senggakan habitus owned by Javanese society. That habitus has the implication to the existing interaction. The participation on Senggakan bears the existence of Dangdut Koplo. After scrutinizing further, the Senggakan is functioned and equipped by the society as cultural and musical expression. Moreover, the Senggakan also circulates social and cultural essences for the society. The Senggakan becomes accordingly the musical and cultural identity of the society observing Dangdut Koplo.

ESENSI SENGGAKAN PADA DANGDUT KOPLO SEBAGAI IDENTITAS MUSIKAL



Michael Haryo Bagus Raditya
Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRAK
Dangdut dalam perkembangannya mengalami banyak perubahan seiring dengan kemajuan zaman, pola selera masyarakat dan budaya yang ada. Dalam keberlangsungannya pertunjukan dangdut Koplo mempunyai banyak unsur pertunjukan yang baru. Pada hal ini unsur menarik itu adalah Senggakan. Dalam permainannya Senggakan mempunyai fungsi yang kuat dalam setiap musikal yang dipertunjukan oleh orkes melayu. Senggakan-Senggakan ini dalam permainannya memberikan patahan-patahan serta ciri khas tersendiri yang membedakan antara dangdut dan dangdut Koplo dalam musikalitasnya. Dangdut Koplo dapat berhasil dengan sukses karena adanya habitus masyarakat. Dalam hal ini adalah Senggakan, dann habitus Senggakan dimiliki oleh masyarakat Jawa. Habitus tersebut berimplikasi kepada interkasi yang terjadi, partisipasi terhadap Senggakan menunjang eksistensi dari Dangdut Koplo. Setelah ditilik lebih dalam, ternyata Senggakan mempunyai fungsi dan guna pada masyarakat. Senggakan tidak hanya sebagai ekspresi kultural dan musikal tetapi mempunyai esensi dalam sosial dan kultural. Atas hal tersebutlah, mengapa Senggakan menjadi identitas musikal dan kultural dari masyarakat memandang Dangdut Koplo.

Kata kunci: Senggakan, Dangdut Koplo, Identitas,  Habitus, Esensi


ABSTRACT
In its development, dangdut has been evolving in line with the globalization era, the society preference and the cultural pattern. The current performance of dangdut Koplo has many new elements. Its interesting element is called the Senggakan. In each musical performance showed by the Melayu orchestra, the Senggakan plays major function. The Senggakan provides beats and unique touch that make dangdut Koplo distinct from dangdut in terms of its musicality. The success of dangdut Koplo is caused due to the existence of habitus society, i.e. the Senggakan and the Senggakan habitus owned by Javanese society. That habitus has the implication to the existing interaction. The participation on Senggakan bears the existence of Dangdut Koplo. After scrutinizing further, the Senggakan is functioned and equipped by the society as cultural and musical expression. Moreover, the Senggakan also circulates social and cultural essences for the society. The Senggakan becomes accordingly the musical and cultural identity of the society observing dangdut Koplo.

Keywords: Senggakan; Dangdut Koplo; identity; habitus; essence



Sunday, December 29, 2013

Lirih Tak Bertuan

Sore itu
di depan pasang mata
seorang wanita mulai memasuki panggungnya
berjalan perlahan ke tengah singgasana
dengan karpet hitam putih membentang
ia mulai melakukan gerakan yang repetitif
berlenggak lenggok kiri dan kanan
sesekali mengibaskan selendang
dan menatap datar nan tegang ke penonton

ditemani hujan
walau hanya gerimis
bercampur haru, malu, marah dan lapar
dan tak bergeming walau tawa, celoteh, makian, dan cercaan
terlontar dari mulut-mulut para lidah tak bertulang

beberapa saat kemudian,
wanita tersebut berjalan ke sisi panggung,

mengambil sebuah kotak kecil
dan berjalan ke arah penonton
memohon tanpa memaksa
 beberapa orang acuh
pura-pura tak melihat
bahkan pura-pura berbicara dengan pasangannya
senyum, ya hanya senyum terlontar dari wanita itu
sembari menemani kepergiannya

Thursday, February 7, 2013

Srawung Seni Segara Gunung



Srawung Seni Segara Gunung
Srawung Seni dan Ketuhanan: Pembahasan hingga Esensi
Candi Borobudur, 27 April 2012
Michael Haryo Bagus Raditya

            Srawung Seni Segara Gunung merupakan rangkaian acara kesenian yang mengangkat tema Srawung Seni sebagai fokus utama dalam pembahasan kesenian, dimana Srawung Seni akan dikontekskan dalam berbagai tema, seperti Arkeologi, Mitos dan Ketuhanan. Rangkaian acara ini dilaksanakan dari tanggal 20 April hingga 29 April 2012, tetapi dibagi kedalam dua bentuk kegiatan, dimana pada tanggal 20-24 April diadakan Latihan, Penelitian dan Retreat, sedangkan tanggal 25-29 April diadakan diskusi dan pertunjukan dari berbagai seniman, baik domestik maupun mancanegara. Srawung Gunung memang sangat mengundang perhatian para seniman dan pemerhati seni, karena menyangkut Srawung sebagai kesenian yang dipadukan dengan nilai-nilai penting lainnya. Yang dapat dipikirkan adalah, bagaimana posisi Seni dalam nilai-nilai yang sakral tersebut, dan apakah para pembicara dapat merepresentasikan dan mempunyai jalan tengah dari hal tersebut tanpa harus menghancurkan nilai yang satu dengan yang lain.
            Pada kesempatan kali ini, saya beserta teman-teman dari Pasca Seni Pertunjukan UGM dengan ditemani dan dibimbing oleh Mas Lono Lastoro Simatupang, dapat menyaksikan secara langsung  diskusi dan pertunjukan acara Srawung Seni tersebut. Tema Srawung Seni pada saat itu adalah Srawung Seni dan Ketuhanan. Ketuhanan sebagai sebuah konsep telah terkonstruksi dalam pemikiran kita semua, dimana Tuhan sebagai suatu yang “Esa”, “sakral”, “suci”, “adilihung”, dan pembahasan ini ingin menguak bagaimana pengaruh seni dan ketuhanan. Apakah Seni mengatur nilai ketuhanan atau ketuhanan mengatur seni. Diskusi ini dibagi kedalam dua sesi, sesi pertama diampuh oleh tiga pembicara yang berkecimpung dalam seni secara akademis, dan pada sesi kedua diampuh oleh empat pembicara yang berkecimpung dalam seni lebih secara praktik. Setelah diskusi usai, para penonton akan dimanjakan dengan pertunjukan seni dari berbagai daerah.

Friday, January 18, 2013

Hegemoni Dangdut Koplo Pada Masyarakat



Hegemoni Dangdut Koplo Pada Masyarakat
Michael Haryo Bagus Raditya

Abstrak
Dangdut Koplo, merupakan sebuah fenomena baru di dunia permusikan tanah air pada tahun 2012 kemarin. Sebenarnya kemunculan Dangdut Koplo itu sendiri sudah berkembang lama sekali di daerah. Pelacakan telah dilakukan, dan ternyata Dangdut Koplo merupakan sebuah musik yang merupakan hasil intepretasi masyarakat terhadap sebuah aliran musik bernama, Dangdut. Dangdut Koplo merupakan sebuah terusan dari Dangdut, karena posisinya yang berasal dari perkembangan Dangdut, tetapi menciptakan sebuah hal yang baru dalam jenis musik tersebut. Koplo dalam organologi dapat dikatakan sama saja dengan Dangdut biasanya, yang membedakan adalah cara pemainan dan bunyi yang dikeluarkan dari organologi tersebut. Dalam keberlangsungannya, Dangdut Koplo telah terjamin patronasenya, bagaimana tidak, Koplo yang sangat berkembang pesat di Jawa Timur dan daerah Pantura merupakan agenda rutin masyarakat dalam meryakan upacara siklus hidup atau apapun. Koplo sangat mempunyai kekuatan dalam keberlangsungannya terhadap masyarakat. Melihat posisi Koplo yang sangat kuat, maka pada tulisan ini, penulis mencoba untuk melihat pemaknaan-pemaknaan yang terjadi.

Kata Kunci: Dangdut Koplo, Pemaknaan, Tanda, Relasi Kuasa, Hegemoni