Tuesday, October 16, 2012

Tinjauan Kebudayaan

Tema: Kebudayaan

Tinjauan Kebudayaan

Manusia dalam proses kehidupannya, telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari masa ke masa. Hal tersebut dikarenakan adanya proses dari penyesuaian yang dilakukan manusia. Manusia pada hakekatnya membutuhkan makan, adaptasi, berkembang biak, reproduksi dan beberapa naluri manusia lainnya. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya telah melakukan banyak adaptasi yang secara tidak sadar sebagai wujud dari perkembangan, tetapi tidak jarang perkembangan yang ada bersifat perubahan. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor dari dalam dan dari luar. Faktor dari dalam, ada pada manusia si empunya kehidupan, sedangkan faktor luar seperti halnya iklim, alam, dan segala faktor di luar manusia. Faktor-faktor tersebut membutuhkan sebuah proses agar manusia tersebut dapat bertahan dan berkembang. Tidak jarang proses tersebut memakan retan waktu yang cukup lama. Proses tersebut merupakan usaha dari manusia dalam mengembangkan dirinya, dan sesuai dengan insting manusia untuk bertahan hidup. Secara tidak sadar manusia melakukan proses belajar, dimana nilai yang salah ditinggalkan dan nilai yang benar digunakan, adanya proses dalam salah dan benar adalah wujud dari belajar.
Ketika proses belajar tersebut bersifat aman dan bisa digunakan secara pribadi maupun kolektif, maka proses belajar tersebut berubah menjadi proses belajar bersama. Kebersamaan dalam melakukan sebuah pakem yang telah dipelajari bersama dan dijadikan sebagai bagian dari rutinitas merupakan sebuah wujud dari kebudayaan. Sebelum menelaah dan mengkaji kebudayaan lebih dalam, mengenal kebudayaan menurut harafiah merupakan langkah awal dalam pengertian konsep kebudayaan itu sendiri. Pada dasarnya kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yang aslinya “Buddhayah”,  yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang mempunyai arti budi atau akal. Dalam artian yang lebih luas sebagai budi yang tercipta dari akal. Budaya sebagai budi yang tercipta dari akal adalah sebuah proses manusia dalam membentuk kebudayaannya. Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah proses manusia yang berisikan sebuah tindakan yang menggunakan akal dalam membentuk sebuah kebudayaan.
Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa. Manusia dengan akalnya menciptakan cipta, rasa dan karsa. Dimana ketiga sifat dasar tersebut adalah awal dari segalanya. Ketiga hal tersebut merupakan bentuk terdalam dari akal dan budi. Menurut Koentjaraningrat, Manusia sebagai sebuah makhluk hidup mempunyai akal dan budi, mereka telah mengembangan berbagai macam tindakan dan proses belajar. Dengan akal budi yang dimiliki manusia, manusia telah membentuk sebuah kebudayaan. Namun demkian berbagai macam sistem tindakan harus dibiasakan dengan tindakan belajar sejak lahir hingga mati (1980: 193). Segala tindakan dan proses belajar yang dibiasakan karena baik adanya tuntutan ataupun tidak merupakan sebuah kebudayaan. Kebudayaan adalah tindakan yang dituntut secara eksistensinya. Dimana kebudayaan bila dalam eksistensinya baik, maka kebudayaan tersebut dapat bertahan.
Sebelum lebih jauh lagi, adapun artian dari kebudayaan itu sendiri. Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Tindakan seperti naluri, refleks, dan beberapa tindakan akibat fisiologi dan kelakukan membabi buta, merupakan tindakan yang tidak membutuhkan belajar. Tetapi dalam pelaksanaannya tindakan naluri seperti makan minum serta berjalan merupakan tindakan kebudayaan, karena kesemua hal tersebut membutuhkan belajar sebagai tindak lanjut (1980:194). Sama halnya dengan yang diutarakan A. Haviland. Menurut, A Haviland, Kebudayaan adalah sebuah gagasan tindakan yang terkelola dan hasil karya manusia dari hasil belajar, adanya sebuah proses dari hasil belajar. Budaya yang tercipta dari pemikiran, gagasan yang terpola dan terstruktur dan dijadikan nilai bagi kehidupan sehari-hari.
Sedangkan dalam buku Irhomi, Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau diinginkan. Setiap masyarkat mempunyai kebudayaan, bagaimanapun sederhananya kebudayaan itu dan setiap manusia adalah makhluk berbudaya, dalam arti mengambil bagian dalam suatu kebudayaan. Sebuah kebudayaan, jika para warga memiliki bersama sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakukan yang didapat melalui proses belajar (1980:16-20). Dari ketiga definisi kebudayaan ini, menyimpulkan bahwa tindakan kebudayaan merupakan tindakan yang harus dibiasakan oleh manusia dengan cara belajar atau Learned Behavior. Sebenarnya dalam definisi kebudayaan itu sendiri terdiri dari 160 definisi, A.L. Kroeber dan C. Kluchkhohn pernah mengumpulkan 160 definisi kebudayaan, setelah itu mereka menganalisa, melihat latar belakang, prinsip dan inti dari definisi, kemudian setelah itu, mereka mengklasifikasikan kebudyaan dalam beberapa tipe definisi. Banyaknya definisi kebudayaan terjadi karena adanya perbedaan kebudayaan itu sendiri di masing-masing daerah. Sehingga beragamnya definisi kebudayaan sudah barang tentu terjadi. Tetapi dalam artian tetaplah satu.
Manusia sebagai suatu makhluk sosial tidaklah dapat hidup sendiri, mereka lebih cenderung berkumpul membentuk sebuah kelompok, hingga membentuk sebuah masyarakat. Dalam artiannya masyarakat merupakan suatu kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalan bahasa sehari-hari. Masyarakat adalam sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah saling berinterkasi. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Terkadang dalam sebuah masyarakat adanya pengaturan harus tertata, walaupun terikat dalam suatu rasa kebersamaan, sebuah pengaturan sangat penting dalam kehidupan masyarakat.
Pengaturan tersebut adalah norma, norma yang berupa aturan-aturan untuk bertindak bersifat khusus, sedangkan perumusannya biasanya bersifat amat terperinci, jelas, tegas, dan tak meragukan. Dalam pengaturannya dan hasil belajar, setiap masyarakat mempunyai sejumlah pranata dalam mengatur kehidupannnya. Norma dalam satuan pranata dan sub pranata telah saling berkaitan satu dengan yang lain, dan hasil dari integrasi. Norma menciptakan adat istiadat dan tata cara. Sedangkan pranata adalah pranata, dari aktifitas manusia yang terjadi banyak tindakan interaksi antar individu dalam rangka kehidupan masyarakat, diatara semua tindakannya yang berpola tadi perlu diadakan perbedaan antara tindakan-tindakan yang dilaksanakan menurut pola-pola yang tidak resmi. Sistem-sistem yang menjadi wacana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi. Pengaturan dalam masyarkaat membentuk kebudayaan tetap terjaga.
Sebagai sebuah proses belajar yang menjadi rutinitas, kebudayaan memiliki wujud dalam pelaksanaannya. JJ Honingman dalam buku The World of Man menjelaskan bahwa wujud dari kebudayaan terbagi menjadi 3 wujud, yakni,
  1. Wujud kebudayaan sebagai suatu compleks dari ide-ide, gagasan, nilai norma, peraturan.
Merupakan sebuah ideal dari kebudayaan yang bersifat abstrak, wujud ini tak dapat diraba atau difoto.  Ide dan gagasan hidup bersama suatu masyarakat dan telah menjadi sistem.
  1. Wujud kebudayaan sebagai suatu compleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Merupakan sistem sisoal mengenai tindakan berpola dari manusia, sistem sosial terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul antar masyarakat, yang diatur menurut pola tertentu. Sistem sosial bersifat kongkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto serta didokumentasikan.
  1. Wujud kebudayaa sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Merupakan sebuah kebudayaan fisik, rangkaian total dari hasil fisik aktifitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat. Dalam sifat menjadi sesuatu yang paling kongkret karena dapat diraba, dilihat dan difoto (11-12)
Ketiga wujud kebudayaan ini merupakan hasil dari proses belajar manusia, dimana terdapat gagasan dan ide, seperti halnya peraturan atau norma sebagai proses belajar manusia atas sebuah keteraturan tertentu. Adapun aktifitas sosial yang lebih kongkret, dimana seperti halnya ronda, aktifitas merupakan sebuah kebudayaan. Adapun wujud yang paling nyata, yaitu dalam bentuk benda dan hasil karya. Wujud ini merupakan sebuah proses kebudayaan.
Dalam setiap kebudayaan, adapun unsur-unsur dari kebudayaan yang dimiliki masyarakat yang diyakini sebagai bagian dari sebuah kebudayaan. Walaupun adanya perbedaan faktor internal dan eksternal dari suatu masyarakat, kebudayaan pada dasarnya tetap kembali kepada unsur-unsur kebudayaan ini. Unsur kebudayaan ini dikenal dengan Cultural Universal. Dalam bentuknya, kebudayaan dapat dikategorikan pada tujuh unsure, yaitu:
  1. Bahasa
  2. Pengetahuan
  3. Sistem kekerabatan
  4. Teknologi
  5. Mata Pencaharian
  6. Kesenian
  7. Religi
Ketujuh unsur kebudayaan ini telah diaplikasikan di seluruh dunia dalam melihat sisi kebudayaan. Kebudayaan pada sebuah daerah, dapat dibongkar secara keseluruhan ketika menggunakan ketujuh unsur kebudayaan ini. Dalam sebuah daerah, unsur-unsur bahasa, pengetahuan, sistem kekerabatan, teknologi, mata pencaharian, kesenian dan religi pasti dimiliki oleh setiap kebudayaan. Adanya kelompok masyarakat, kelompok kebudayaan memiliki ketujuh unsur ini.
Ketujuh unsur ini sangat mengontrol masyarakatnya dalam keberlangsungan hidupnya. Adanya unsure bahasa sebagai alat komunikasi satu sama lain, pengetahuan lokal yang digunakan karena adanya proses adaptasi, sistem kekerabatan antara manusia satu dengan manusia lainnya dapat digambarkan pada sistem kekerabatan, teknologi yang diciptakan sebagai proses pemenuhan kebutuhan atau lainnya, mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan manusia sebagai individu juga sebagai masyarakat, kesenian sebagai ucapan syukur, kesenian pada awalnya sangat berhubungan dengan religi, religi sebagai kepercayaan masyarakat akan sesuatu yang lebih besar, yang mengontrol masyarakat. Tetapi tidak dipungkiri, dengan berkembangnya zaman, ketujuh unsure kebudayaan dapat sewaktu-waktu bertambah atau berubah sesuai dengan perkembangan zaman yang ada.
Kebudayaan dalam perkembangannya telah mengalami banyak proses, seperti halnya evolusi, inovasi, difusi, migrasi, asimilasi, sosialisasi, enkulturasi, dan akulturasi. Adanya perubahan yang terjadi disesuaikan dengan penyebab faktor perubahan itu sendiri. Tetapi biasanya dalam sebuah kebudayaan perubahan-perubahan ini terjadi karena faktor-faktor perubahan. Terkadang sistem evolusi terjadi karena perkembangan zaman, kebosanan dengan konsep lama, makin kritisnya manusia atau perubahan konsep sehingga menuntut adaptasi terjadi. Beda halnya dengan difusi, difusi dalam konteks sosial budaya diartikan sebagai penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh dunia. Difusi dan migrasi merupakan satu kesatuan, dimana difusi dan migrasi terjadi bersamaan, dan hal tersebut tidak dapat dielakan. Dalam perkembangan dunia yang lebih maju, difusi terjadi tidak harus dengan perpindahan kelompok, tetapi lewat komunikasi dan teknologi dapat terjadi. Difusi merupakan persebaran dari umat manusia, seperti halnya merekonstruksi perkembangan budaya.
Pada dasarnya ketika evolusi kebudayaan terjadi memungkinkan adanya migrasi bagi masyarakat yang tidak dapat bertahan dalam evolusi yang terjadi. Migrasi-migrasi ini pada awalnya memang tidak disengaja melakukan difusi. Adanya romantisme antara manusia dengan kebudayaannya terkadang menimbulkan kebudayaannya pada ruang tertentu. Tetapi bila ekspansi dilakukan, migrasi besar-besar dilakukan menuju ke sebuah tempat yang tidak berpenghuni, kelompok tersebut jelas melakukan difusi, difusi merupakan persebaran kebudayaan. Ketika sebuah tempat tidak berpenghuni difusi dapat terlaksana dengan baik dan benar, tetapi ketika difusi dan migrasi dilakukan ke sebuah tempat masyarakat yang berpenduduk, hal tersebut akan sulit, akan timbul ketegangan. Penduduk asli sebagai warga lokal yang mempunyai tanah, mempunyai kekuasaan yang lebih besar dibanding masyarakat yang bermigrasi dan berdifusi. Tetapi tidak dipungkiri difusi kebudayaan terjadi dalam jangkauan yang sangat luas, sebagai contoh, Agama Hindu, dahulu hanya berkembang di India, tetapi difusi besar-besaran dilakukan, dan bekas kekayaan hindu tersiar dimana-mana. Adanya bukti dari difusi terjadi.
Bila halnya suatu daerah telah berpenghuni, difusi sebagai persebaran budaya mengalami hal yang sulit, dimana penyebaran budaya bisa dilakukan dengan cara asimilasi atau akulturasi. Karena pada dasarnya, setiap daerah, setiap lokasi mempunyai masing-masing kebudayaan. Setiap daerah mempunyai kebudayaan, baik kebuyudayaan yang rumit atau kebudayaan yang sederhana. Tetapi pada dasarnya tetap saja pada sebuah daerah mempunyai kebudayaan. Maka dari itu, bila halnya telah ada kebudayaan pada sebuah daerah, adanya difusi dan migrasi. Sebuah kebudayaan yang satu dengan yang lain akan berbenturan, dan tidak jarang akan timbul gesekan-gesakan kebudayaan bahkan perang sekalipun. Difusi tidak dapat dilakukan sembarangan, tidak dapat seenaknya melakukan difusi terhadap sebuah daerah. Ekspansi sekalipun, tidak akan terjadi difusi dengan mudah di sebuah daerah. Adanya gesekan, karena gesekan adalah hal yang lazim ketika, antara kedua atau lebih kebudayaan bertemu.
Adapun cara-cara yang dianggap jalan tengah dari kebudayaan baru di sebuah daerah yang baru. Adanya asimilasi dan akulturasi. Asimilasi adalah percampuran budaya dengan cara meninggalkan sebuah kebudayaan yang satu, dan mengikuti kebudayaan yang lebih dominan, biasanya hal tersebut ditentukan, penduduk di daerah tersebut, masuknya kebudayaan dengan cara seperti apa, kebudayaan tersebut tidak jauh berbeda, kebudayaan tersebut menguntungkan penduduk. Asimiliasi terjadi ketika kebudayaan yang satu dengan yang lain lebih dominan, dan kebudayaan yang lama lebih merugikan. Adapun contoh dari asimiliasi, seperti halnya Amerika Serikat, Negara Adidaya ini melakukan difusi besar-besaran dari tanah Inggris dan sekitarnya. Adanya evolusi kebudayaan membuat penduduk ingin lebih bebas dan mencari tempat baru, maka itu mereka mencari daerah baru, yakni Amerika Serikat. Setelah sampai, Migrasi dan difusi besar-besaran terjadi. Kebudayaan lama hilang begitu saja, padahal terdapat penduduk asli masyarakat Amerika, yaitu suku Indian. Dalam kasus ini terjadi pembantaian dan pengusiran besar-besaran terhadap penduduk Indian yang tidak mau mengikuti tata cara dari Kebudayaan baru ini. Akhirnya kebudayaan baru menindas kebudayaan lama. Adapun contoh asimilasi lainnya, dimana pada sebuah kebudayaan, terdapat penduduk yang sedikit, penduduk pada kebudayaan baru tersebut lebih banyak, maka kebudayaan baru lebih dominan ketimbang kebudayaan lama, akhirnya kebudayaan lama habis, dan kebudayaan baru tersebut menjadi kebudayaan bersama.
Selain asimilasi, adapun usaha lainnya dalam difusi kebudayaan, atau dalam masuknya kebudayaan baru, yakni akulturasi. Akulturasi merupakan jalan tengah dari sebuah gesekan kebudayaan yang paling aman terhadap gesekan tersebut, tetapi esensi sebuah kebudayaan akan berkurang, karena sejatinya tidak ada keaslian dalam kebudayaan tersebut, bila dilihat pada akhirnya. Akulturasi adalah sebuah proses dimana adanya penggabungan dari kebudayaan lama di suatu tempat dan kebudayaan baru pada tempat tersebut. Sehingga tidak adanya gesekan yang terlalu besar ketika antara kebudayaan saling bertemu. Akulturasi terkadang dianggap sebagai jalan tengah yang paling aman. Akulturasi tidak memaksakan sebuah kebudayaan harus diterima seluruhnya, mengingat setiap daerah mempunyai kebudayaan asli. Akulturasi dalam praktek kebudayaan sering kali terjadi, dan menjadi proses dari kebudayaan yang paling sering dilakukan.
Contohnya, adalah ketika Agama masuk, setiap daerah telah mempunyai kepercayaan masing-masing, dan kepercayaan tersebut menjaga keseimbangan kehidupan pada masyarakat tersebut. Kepercayaan telah menjadi kebudayaan bagi mereka, turun menurun dan menjadi tradisi. Tetapi ketika adanya Agama, baik keseluruhan agama tersebut. Agama tersebut menggunakan cara akulturasi pada awalnya, mereka tidak bisa memaksakana agamanya yang paling benar, dan mengatakan agama lainnya adalah salah. Mereka mulai memasukan nilai-nilai agama yang mereka punya kedalam kepercayaan-kepercayaan lokal, sedikit-sedikit mereka memasukan nilai agama yang ada. Ketika nilai pada agama mulai kuat maka satu persatu agama tersebut muncul tetapi tidak menghapuskan keseluruhan dari kepercayaan yang ada, kepercayaan yang ada tetap digunakan tetapi tujuannya lebih diperluas. Hal tersebut terjadi pada Agama-Agama sekarang ini. Ketika Missionaris datang untuk menyebarkan Agama Katolik, mereka tidak dapat langsung memaksakan sebuah kebudayaan pada daerah yang baru, mereka menggunakan cara yang halus dan pelan. Mereka tetap melihat kepercayaan yang ada, bila halnya dijawa, seperti ritual pun tetap ada, seperti selametan, tetap digunakan, tetapi Agama masuk, ketika agama tersebut sudah kuat dan penduduk telah merasakan manfaat baik. Maka Agama tersebut berdiri. Agama dan Kepercayaan diakulturasikan pada sebuah daerah. Sama dengan halnya Islam, ketika pendatang dan penyebar Agama Islam datang, kepercayaan telah mereka punya. Mereka lakukan akulturasi dengan kepercayaan yang ada, dan munculah Islam Lokal, dsb. Akulturasi merupakan jalan tengah dalam melakukan difusi, bentuk Agama berkurang tetapi tidak dengan esensinya.
Setiap daerah pada dasarnya memiliki kebudayaan, mereka telah melakukan tindakan, proses belajar, dan adaptasi terbaik dari penduduk. Tindakan dan hasil belajar tersebut dilakukan setiap saat, sehingga telah terpatri dalam sebuah masyarakat, itu yang dinamakan kebudayaan. Ketika setiap daerah mempunyai kebudyaan masing-masing, adapaun unsur kebudayaan tersebut. Unsure kebudayaan pada suatu daerah dengan daerah yang lain, jauhlah berbeda. Bila daerah yang satu mempunyai bahasa atau kesenian, akan berbeda dengan budaya yang lain, bahasa dan kesenian pun berbeda antara satu dengan yang lain. Maka itu dunia sangat kaya akan kebudayaan. Lalu, ketika adanya perasaan dominan daripada kebudayaan lain, atau halnya kebudayaan tersebut terlalu mengkekang, maka akan terjadi migrasi. Migrasi dan difusi jadi dapat dilakukan karena adanya keinginan menambahkan daerah kekuasaan atau terjadi karena kebosanan. Difusi terjadi pada sebuah daerah baru. Bila halnya difusi terjadi pada sebuah daerah yang tidak berpenduduk, itu tidak jadi masalah. Tetapi ketika kebudayaan datang pada daerah yang telah mempunyai kebudayaan, itu yang menjadi masalah. Adapun usaha dalam melakukan persebaran kebudayaan, adanya asimilasi dan akulturasi. Hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dari penyebaran kebudayaan tersebut.
Adapun contoh besar, yakni, ketika Bangsa Barat mengatakan Bangsa timur masih dalam pola primitf, terjadi ekspansi, dan difusi yang mereka lakukan dalam mengembangkan daerahnya atau kejayaan semata. Tibalah Bangsa Barat di daerah Timur, mereka melakukan difusi, baik dengan menggunakan asimilasi atau akulturasi. Hal tersebut disesuaikan dengan penduduk asal dari sebuah daerah. Sehingga tidak sedikit kebudayaan barat yang ada pada timur. Seperti halnya penyebaran Agama, teknologi, mata pencaharian. Tetap ada yang tersisa. Adanya awal niatan dalam ekspansi, lalu melakukan difusi serta migrasi. Bila hanya telah ada kebudayaan yang ada pada suatu daerah, adanya asimilasi atau akulturasi sebagai jalan tengah dari masuknya kebudayaan baru ke kebudayaan lama. Kebudayaan ada pada seluruh tempat, tetapi difusi selalu terjadi sehingga banyak kebudayaan lokal yang terkikis dan habis. Sehingga hanya tersisa kebudayaan-kebudayaan  yang ada pada sekarang ini. Kebudayaan dari hasil proses belajar, baik proses belajar yang muncul dari masyarakat itu sendiri ataupun penyebaran kebudayaan.


Kepustakaan
 Irhomi, T.O. (ed.)
1980                Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Gramedia
 Kaplan, David.
            2002                Teori Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
 Koentjaraningrat.
            1980                Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru.
            1987                Sejarah Teori Antropologi 1, Jakarta: UI Press.
1996                Pengantar Antropologi 1, Jakarta: Rineka Cipta.

No comments: