Review “Introduction, The Aesthetics of Symbolic
Construction and Experience” dari Bruce Kapferer and Angela Hobart dalam “Aesthetic
In Performance, Formation of Symbolic Construction and Experience”,
oleh Michael Haryo Bagus Raditya
Dalam bab ini, penulis
mengidikasikan bahwa pada bab ini akan difokuskan kepada permasalahan estetika
sebagai konstruksi simbol dan pengalaman. Pada awal penulisan, penulis
melayangkan sebuah hipotesa, dimana beliau mengatakan bahwa sebuah pertunjukan
dipertimbangkan secara estetik, yang dimaksud disini adalah proses yang
berlangsung sebagai bentuk seni itu sendiri terjadi sebelum refleksi bersamaan
dengan permasalahan dinamik yang ada terkonstruksi dan secara paksa karena
pengalaman. Pada dasarnya konsep yang digunakan pada sebuah hal yang bernama
estetika merupakan terapan dari pembuatan simbol atau struktur dinamik
berdasarkan pengalaman pelaku, artian dan nilai yang ada. Studi estetik telah
terkonsentrai dari bentuk seni dan isu yang berkembang atas estetik itu
sendiri. Dalam bukunya, lectures on fine
art karangan Hegel, beliau
mengembangkan ide dari Kantian, dimana jenis dari estetika didasarkan pada
kriteria objek dari nilai yang terbentuk, nilai tersebut berasal dari sejarah
dan budaya hingga sekarang. Sebuah konsep tentang estetik terbentuk darimana tetmpat
itu berada, yang mana akan muncul artian dari keindahan sebagai usaha untuk
mencari kreasi estetik tersebut. Adapun perbedaan yang mendasar antara
pemikiran Kant dan Hegel, untuk Kant, sama dengan Hegel, estetik tidak hanya
melulu berkonsentrasi pada seni tersebut, tetapi hati dari kritikan yang
mengerti tentang manusia yang bernaung disitu.
Bagaimanapun, Kant mengidikasikan
bahwa banyaknya intuisi terjadi karena subjektifitas dan pengalaman estetik itu
sendiri. Kant Menyipulkan bahwa dua bentuk dari pengetahuan itu adalah
penubuhan dan sensori. Scarry mengikuti pendapat Kant, bahwa keindahan
terbentuk karena definisi akan indah tersebut, seperti halnya rasa yang ada.
Sehingga, perasaan dan intuisi yang ada pada diri merupakan hal yang pokok di
setiap pembuatan karya, dan pengkreasian sebuah karya. Seni terjadi sebagai
seni yang terbentuk karena proses, bukan karena kebutuhan. Perbedaan nilai
artistic menjadi bentuk manifest dalam simbolik alami dari kehidupan manusia,
yang mana sebagai simbol atas penjelasan akan “entification” atau pengulangan
yang efektif dari kehidupan manusia sebagai bentuk eksistentsi yang ada. Estetika
atau proses simbolik merupakan fasilitas untuk ekspresi diri, sesuatu yang
terjadi pada kehidupan manusia sebagai respon, bukan sebagai sesuatu yang
secara tiba-tiba. Ketika menekankan bahwa proses estetik tidak hanya sebagai
simbol dari konstuksi realitas, tetapi sebagai eksistensi kehidupan atas
konstuksi permintaan atas realitas dari estetika sebagai komposisi simbolik
yang mana dapat diterima sebagai perwujudan. Estetika merupakan agensi, agensi
yang ada adalah para individu sebagai manusia, dimana Individu mempunyai
pengamalan atas hal yang ada dan telah menubuh.
Pertunjukan merupakan tempat dimana
banyak estetik atau komposisi simbol dari proses pencarian sebagai bentuk
eksistensi pada pertunjukan itu sendiri, yang dimaksud disini adalah perwujudan
proses komposisi sebagai penunjuk keberadaan. Hal tersebut merupakan konstruksi
manusia walaupun dilakukan tidak secara sadar pada sebuah pertunjukan. Ini
merupakan proses estetik, yang mana menunjukan karakter dan potensi pada sebuah
performa, dan ini merupakan jalan dalam menciptakan rasa, sense. Pada hal ini, ritual dapat dikatakan sebagai sebuah
pertunjukan, dan merupakan formasi simbolik dimana adanya kesadaran diri pada
pertunjukan, hal tersebut dapat dilihat dari praktek yang terjadi dari
kehidupan manusia yang masih mempercayai mistis. Pada hal ini, pertunjukan
ritual menjadi poin penting pada nilai estetik sebagai manifestasi. Turner
mengatakan bahwa, ritual dapat dikatakan sebagai seni pertunjukan, atau seni
dalam pertunjukan. Analisis pada praktek ritual atau estetika yang spesifik,
mereka berkehendak bahwa kontribusi umum yang bersifat komprehensi merupakan
simbol dari kehidupan sosial dan politik. Proses merupakan keberadaan dari
semua hal yang berkaitan pada aktifitas manusia dan implikasi pada estetik
sebuah seni.
Adapun contoh terapan dari sebuah
estetika pada kesenian, Beeman mengindikasikan bahwa kekuatan dari praktek
estetik adalah kehidupan manusia yang terjadi campur budaya dan perbedaan kelas
sosial. Adanya proses kebudayaan membentuk sebuah estetik pada kesenian yang
dibingkaikan. Seperti halnya Shulman, Shulman sebagai pertunjukan musik,
semacam puisi pada tradisi Indian. Hobart dan Kapferer menjelaskan pertunjukan
ritual menentukan estetik dalam menciptakan ethic dan moral dari komunitas dan
masyarakat. Contohnya dalam Galungan di Bali, adanya keseimbangan komunal dan
harmony yang ada. Hal terpenting adalah dalam mengerti sebuah seni, harus
dilakukannya pengertian pada kekuatan dari struktur esterik tersebut, seperti
kehidupan manusia, hal politik dan sosial, dan problematic yang ada pada
keberadaan manusia itu sendiri. Pengalaman Seni merupakan bentuk dari latihan
yang diulang, dan menjadi sebuah hal yang sakral, karena mempunyai artian yang
dalam pada sebuah masyarakat atau pencipta.
No comments:
Post a Comment