Friday, January 18, 2013

Hegemoni Dangdut Koplo Pada Masyarakat



Hegemoni Dangdut Koplo Pada Masyarakat
Michael Haryo Bagus Raditya

Abstrak
Dangdut Koplo, merupakan sebuah fenomena baru di dunia permusikan tanah air pada tahun 2012 kemarin. Sebenarnya kemunculan Dangdut Koplo itu sendiri sudah berkembang lama sekali di daerah. Pelacakan telah dilakukan, dan ternyata Dangdut Koplo merupakan sebuah musik yang merupakan hasil intepretasi masyarakat terhadap sebuah aliran musik bernama, Dangdut. Dangdut Koplo merupakan sebuah terusan dari Dangdut, karena posisinya yang berasal dari perkembangan Dangdut, tetapi menciptakan sebuah hal yang baru dalam jenis musik tersebut. Koplo dalam organologi dapat dikatakan sama saja dengan Dangdut biasanya, yang membedakan adalah cara pemainan dan bunyi yang dikeluarkan dari organologi tersebut. Dalam keberlangsungannya, Dangdut Koplo telah terjamin patronasenya, bagaimana tidak, Koplo yang sangat berkembang pesat di Jawa Timur dan daerah Pantura merupakan agenda rutin masyarakat dalam meryakan upacara siklus hidup atau apapun. Koplo sangat mempunyai kekuatan dalam keberlangsungannya terhadap masyarakat. Melihat posisi Koplo yang sangat kuat, maka pada tulisan ini, penulis mencoba untuk melihat pemaknaan-pemaknaan yang terjadi.

Kata Kunci: Dangdut Koplo, Pemaknaan, Tanda, Relasi Kuasa, Hegemoni


Latar Belakang
Dangdut, siapa yang tidak mengenalnya, jenis musik yang satu ini telah menjadi ciri khas musik di Indonesia. Bagaimana tidak, pengaruh Dangdut sangat besar terhadap masyarakat, dan menjadikan jenis musik ini sebagai musik rakyat. Pada dasarnya, dangdut juga merupakan campuran dari beberapa jenis musik. Hal tersebut pada dasarnya mengindikasikan bahwa dangdut merupakan campuran dan kombinasi dari musik-musik yang telah berkembang sebelumnya di Indonesia. Hal tersebut kembali lagi dihubungkan dengan adanya pengaruh-pengaruh yang terjadi. Musik merupakan salah satu bentuk seni yang selalu mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya zaman, kebudayaan, teknologi, dan ilmu pengetahuan.
            Pada dasarnya, kata dangdut juga hal yang gamang seperti halnya penamaan koplo sekarang. Istilah Koplo itu sendiri masih dalam batas abu-abu. Dalam KBBI Edisi Keempat Tahun 2008, terdapat kata Koplo (kop.lo) yang berartikan dungu (dalam bahasa jawa). Juga terdapat makna lainnya, yakni, Koplo pil yang mengandung zat psikotropika. Pembacaan lainnya yang membahas tentang Koplo adalah Weintraub, beliau menerangkan bahwa: istilah koplo yang mengacu pada gaya pementasan, irama gendang, tempo-cepat. Menurut pemahamannya istilah ini berasal dari “pil koplo”, musik koplo dulunya merupakan cara mengungkapkan perasaan teler tentang gaya tarian yang dianggap orang sebagai hal yang “sulit dipercaya” atau “ajaib”. Koplo tercipta pada awal sampai pertengahan 1990-an, dan meledak pada era pasca-soeharto. Pada dasarnya, Koplo tercipta di Jawa Timur, tetapi tidak dapat dipungkiri asalnya yang tidak jelas. Koplo diperkirakan tidak asli dari jawa timur, tetapi hanya berkembang saja. Hal tersebut dikarenakan, gendangan jaipongan yang masuk ke jawa timur sekitar tahun 1980an[1] dan berkembang pada permainan musik di Jawa Timur. Sehingga tidak dapat dipungkiri perkembangannya yang menyebar secara luas. Pembacaan lainnya terhadap koplo, Koplo adalah salah satu nama alat musik yang berasal dari Jawa Barat. Sebuah gendang yang berukuran lebih kecil. Musik Koplo tersebut diibaratkan sebagai musik yang cepat dan dominan dengan ketukan dari tabla atau kendang.
Pada faktor musik, musiknya sangat kental dengan pengaruh berbagai gaya musikal, termasuk metal, house, dangdut dan jaipongan. Pada iringan musik koplo, dominasi tabla yang bersuarakan “dang” lebih dominan dibanding “dut”, atau teknik menggeser tangan di lapisan kulit tabla tersebut, dan dampak yang terjadi ketika “dang” lebih dominan membuat suasana semakin lebih semarak. Penglihatan saya terhadap dominasi “dang” pada koplo juga memberikan perbedaan dengan dangdut yang didominasi “dut”, sehingga memberikan ruang joget tersendiri pada dangdut, sedangkan dalam mengisi hal yang sama pada musik koplo, koplo melakukan banyak sengaan-sengaan seperti halnya “dum plak ting ting joss” atau lainnya. Adanya perbedaan yang terjadi membuat terkadang koplo dipisahkan dari dangdut.
Pada perkembangannya, Koplo tersebar di jawa timur, dan persebaran paling luasnya terdapat di jalur pantura. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya grup koplo di sepanjang jalur pantura, dan pemasangan lagu koplo di sepanjang jalan pantura bila kita menaiki transportasi massal disana. Persebaran Koplo ke daerah lainya dapat dirasakan ketika fenomena Inul Daratista masuk ke industri musik nasional. Persebaran Koplo makin luas bahkan sporadis. Dangdut Koplo dalam pertunjukannya sangat kuat di kalangan masyarakat luas, Koplo mempunyai kekuatan tersendiri dalam pertunjukannya. Koplo menawarkan sesuatu yang berbeda dari dangdut, seperti halnya lebih energik dengan tempo yang lebih cepat, penyanyi yang lebih sensual sebagai pendukung dalam musik tersebut, kendangan yang lebih tegas dan ramai, dan banyak senggaan-sengaan yang terjadi. Koplo dalam penampilannya selalu digunakan di acara apa pun, seperti halnya, perkawinan, khitanan, semua upacara siklus hidup, ulang tahun sebuah institusi, alat partai dalam bersosialisasi, dan masih banyak lagi. Koplo mempunyai kekuatan dalam eksistensinya, sehingga berkaitan dengan itu patronase Koplo telah terjamin dari masyarakat. Maka itu, ini merupakan ide awal yang dipikirkan penulis, yaitu mengungkap posisi koplo sebagai genre musik dan bagaimana pemaknaannnya dalam pertunjukannya di masyarakat.

Pembahasan : Membaca Dangdut Koplo
            Dum plak dum, dum, dang, plak.. bunyi tabuhan tabla yang sangat kental dari sisi sebuah pasar, diwarnai dengan riuh rendah penonton. Penonton bersorai, semuanya berjoged dan tertuju pada satu titik, panggung. Panggung yang menawarkan sebuah sajian musik yang diwarnai dengan para penyanyi yang aduhai, dan makin malam makin berani. Goyangannya menari-menari diantara para mata lelaki yang menyaksikannya, semua terteguk tetapi teralihkan dengan alunan gendang nan khas dan kuat. Penonton ikut menari dan bernyanyi bersorai hingga lagu terkakhir dimainkan. Ya, begitulah potongan dari sebuah pertunjukan dangdut Koplo yang saya saksikan langsung di sebuah pasar di daerah Ngawi. Perhatian saya langsung tertuju pada pertunjukan tersebut karena kekuatan yang sangat kuat terhadap masyarakat. Pertama, Koplo mengundang banyak masyarakat untuk datang dan hadir. Kedua, Koplo yang menjadi ikon dari daerah Pantura dan Jawa Timur sebagai identitas musik setempat. Ketiga, Koplo telah menjelma sebagai sebuah fungsi baru, yakni fungsi ritual dan profane bagi masyarakat. Koplo bukan hiburan semata dalam penampilannya, ada pemaknaan lain di dalam itu semua. Maka itu, penulis akan mencoba menguak tanda yang ada dalam Dangdut Koplo.

                                                                             Gambar 1 

Pada gambar tersebut menceritakan sebuah pertunjukan dangdut Koplo atau sering kita sebut koplonan. Gambar tersebut berisikan sebuah OM (Orkes Melayu) yang berisikan para pemain musik dan seorang penyanyi perempuan yang sedang bernyanyi. Para penonton mengangkat semua tangannya, menari, bahkan ada yang membuka bajunya dengan menari, sambil melihat ke sosok penyanyi tersebut. Tanda yang muncul adalah sosok perempuan diantara kumpulan laki-laki, para pemain OM yang berisikan laki-laki dan bertugas sebagai penyedia pertunjukan, dan para laki-laki yakni penonton yang sedang menari secara bebas dan tertuju pada satu mata, penyanyi. Tanda disini mengartikan bahwa pemaknaan akan sebuah pertunjukan yang diwarnai dengan sesuatu yang lain, seperti permainan tabla, perempuan berbaju minim, mempunyai imaginasi lain bagi para penonton. Dapat kita lihat secara langsung, ketika Koplo bermain, secara sporadic para penonton berjoged layaknya orang sedang menggunakan pil, menari dan bernyanyi menikmati permainan tabla dan tempo yang cepat yang mengakibatkan detak jantung terpacu lebih cepat, dan perempuan sebagai penyanyi mernjadi lambang imajinasi para penonton.
Perempuan dan Musik Koplo mempunyai hegemoni tersendiri terhadap masyarakat, para penonton sangat terhipnotis dengan permainan Koplo ini, ketika mereka diajak bernyanyi, mereka bernyanyi, ketika mereka diajak mengangkat tangan, mereka akan mengangkat tangan dengan berjoged, ketika penyanyi bergoyang, mereka akan terdiam layaknya orang sedang berimajinasi. Hegemoni sangat kuat pada masyarakat membuat Koplo layaknya penguasa atau pemimpin. Koplo mempunyai kuasa yang besar terhadap masyarakat, bahkan ketika adanya sosialiasi partai politik atau lainnya, para parpol akan mengundang Koplo ini, karena Koplo sangat mempunyai kuasa untuk didengarkan. Koplo dapat diartikan sebagai tempat bernaung hati para masyarakat. Koplo merupakan manifestasi kuasa atas penadaan.


                                                                                 Gambar 2.                                     
                                                                                  Gambar 3.
Pada gambar kedua ini, merupakan dua gambar atas aksi yang dilakukan oleh penyanyi Koplo. Dalam kedua gambar tersebut, memang joged yang dilakukan para penyanyi sangat mengundang kontroversi tersendiri dalam penglihatan orang awam, tetapi sebenarnya yang dilakukan para penyanyi merupakan tanda dari totalitas atas kemeriahan yang dibuat. Goyangan-goyangan yang terkadang  terkesan berlebihan merupakan penambah hangat suasana, mengingat para penyanyi sebagai front dari sebuah grup atau kelompok, maka terkadang para penyanyi akan melakukan tindakan seperti goyangan yang ekstrim, seperti halnya gambar penyanyi yang mengangkangi pemain tabla, ini mengindikasikan bahwa tabla merupakan kekuatan utama dari Koplo dan penyanyi ikut menguatkannya dengan membuat perhatian pada permainan tabla, goyangan pun ikut dilakukan dalam mendukung permainan tabla agar karakter tabla lebih terlihat dengan cara membuat penyanyi yang membuat perhatian lebih kepada permainan tabla tersebut. Pada gambar tersebut ada tanda yang terjadi, dominasi pada sebuah alat musik dan pemfokusan pada sebuah jenis alat musik yaitu tabla, yang juga merupakan kekuatan utama dari Koplo. Joged merupakan perangkat lain pada koplo, musik merupakan penyedia utama, sedangkan penyanyi merupakan sebuah perangkat yang terintergrasi, yang pada hal ini goyang termasuk atas itu.
Pada gambar sisi kanan, merupakan gambaran dari goyangan para penari, yang diikuti oleh tangan nakal para penonton. Foto sisi kanan ini merupakan favorit penulis, karena ini merupakan foto yang memperlihatkan kuasa paling besar, dengan foto penyanyi sebagai punctum, dan gambar tiga laki-laki serta tangan nakal sebagai stadium (Barthes,1981:25). Adanya perhatian utama dan perhatian pendukung membuat implikasi yang baik terhadap foto tersebut, peran kuasa yang terjadi sangat terlihat, dimana peran perempuan yang sangat kuat, dengan goyangan-goyangan yang sedikit lebih berani, membuat para penonton bersorak dan banyak yang mengintepretasikan keliru, sehingga dapat kita lihat, gambar tangan nakal dari seorang penonton, sementara laki-laki dibelakang penyanyi hanya melihat saja. Kuasa atas perempuan yang bergoyang sangat kuat, disini terjadi manisfestasi kekuasaan yang besar terhadap penonton, sehingga peran Koplo semakin kuat di masyarakat, kuat disini terbagi menjadi dua, kuat secara positif dan negative, dimana nilai positif sebagai pengumpul massa, nilai negative sebagai pemuas hasrat para penonton. Sejatinya, Koplo merupakan proyeksi atas kuasa atas masyarakat. Kekuatan goyangan merupakan sebuah kekuatan tersendiri pada musik ini, kekuatan tersebut juga sangat kuat menghegemoni masyarakat.
Busana sexy nan minim para penyanyi juga merupakan sebuah makna tersendiri, dimana Koplo merupakan sebagai perlawanan atas musik dangdut dan musik yang ada di masyarakat. Perlawanan atas ruang public atas ruang privat, dimana baju-baju sexy layaknya baju tidur digunakan sebagai baju pentas dari para penyanyi. Para penyanyi seakan mengindikasikan diperkuatnya Koplo dengan kehadiran para penyanyi. Koplo merupakan sebuah alunan, dan penyanyi bertugas menjadi bintang dalam panggung dan menarik perhatian sebanyak-banyaknya. Bila diartikan lebih jauh, semua berhubungan dengan komodisiasi milik Arjun Appadurai,
Economic exchange creates value. Value is embodies in commodities that are exchanged. Focusing on the things are exchanged, rather than simply on the forms or functions of exchange, make it possible to argue that what creates the link between exchange and value is politics, construed broadly. Commodities like persons, have social lives. (Appadurai,1986:4)
Adanya nilai pertukaran yang terjadi atas fenomena ini, yakni eksistensi yang berhubungan dengan kehidupan pemusik dan para penonton yang memuja. Semakin banyak para penonton yang tertarik dengan sebuah kelompok Koplo A, maka kelompok tersebut akan semakin eksis dalam penampilannya. Hal tersebut merupakan sebuah lingkaran dengan apa yang dinamakan siklus pertukaran konteks ekonomi pada sebuah kesenian. Berawal dari sebuah busana yang dikenakan, jenis musik yang disajikan dan kemeriahan yang dipertunjukan berarti sangat penting bagi kedua kelompok, yakni kelompok penyaji dan kelompok penonton.

                                                                            Gambar 4.    
                                                                                                Gambar 5.
Pada Gambar Selanjutnya, merupakan gambaran sebuah kegiatan bernama, Saweran. Saweran merupakan sebuah kegiatan dimana para penonton akan memberikan uang kepada para penyanyi diiringi dengan goyangan-goyangan dari para penari, biasanya para penyawer akan naik ke panggung dan menari bersama dengan penyanyi, dan sering kali terjadi kontak fisik pada hal ini. Menurut Caturwati,
Saweran merupakan kegiatan yang sudah lazim pada sebuah acara, pada kasus Jaipongan, saweran merupakan hal yang pasti dari para tamu. Mereka yang orang penting akan ikut berjoged juga diikuti dengan saweran. Para sinden tak segan-segan memuju serta merayu dengan kata mesra untuk mengeruk uang penggemarnya hingga habis (2012:282)
Saweran merupakan sebuah kegiatan yang pasti dilakukan setiap kali ada pertunjukan. Pada gambar tersebut pun merupakan seorang penyanyi yang menari bersama para lelaki yang memegang segepok uang ditangannya, setiap mereka menari bersama, uang tersebut akan diambil oleh para penyanyai secara satu lembar per satu lembar. Kontak fisik sering dilakukan oleh para penyanyi terhadap para penyawer, disini nilai kuasa kembali terjadi, kuasa perempuan atas sebuah benda bernama uang. Para penyawer pun akan hanya diam dan menurut dengan apa yang dilakukan oleh para penyanyi, ikut menari, ikut menyanyi, sembari uang mereka diambil satu persatu hingga habis.
            Pemaknaan lainnya adalah pada nilai saweran tersebut, nilai saweran pada sebuah pertunjukan merupakan sebuah eksistensi kelas terhadap masyarakat, dimana orang yang menyawer merupakan orang yang berada di kalangan masyarakatnya. Berbeda dengan nafsu, saweran merupakan lambang dari kejantanan seorang pria, prestige tersendiri bagi seorang laki-laki diatas panggung menyawer penyanyi sambil bergoyang bersama. Saweran merupakan bentuk dari nilai yang dianggap sebagai kejantanan. Berbeda halnya dengan nafsu semata, dengan menyawer, banyak yang dipertaruhkan dalam kehidupan nyata dari penyawer tersebut, status sosial naik, beraksi di atas panggung bersama para penari juga menambah nilai kejantanan dari penyawer. Pola kuasa disini menjadi sama ketika sawer dilakukan, dimana pola kuasa perempuan atas uang, dan pola kuasa laki-laki atas status sosial yang ada. Adanya nilai pertukaran atas sebuah kegiatan bernama saweran yang merupakan sebuah bagian kecil dari perangkat kesenian Dangdut Koplo.
            Pada hal ini relasi yang terbentuk antara tanda yang telah dibaca dengan maknanya terbangun sebagai ketiga relasi tersebut, dimana muncul relasi ikonis, indeksikal dan simbolik pada dangdut Koplo. Pemaknaan atas beberapa hal disini menjadikan Koplo mempunyai relasi pemaknaan ketiganya, seperti halnya relasi ikonis, Danesi menjelaskan bahwa:
Ikon dipercaya bersifat sakral dalam dirinya dan karenanya dapat menuntun umat untuk mengadakan kontak dengan sosok yang diwakilinya. Pierce menyebut objek sebuah ikon sebagai objek yang langsung (2012:34)
Pada hal ini, Dangdut Koplo mempunyai relasi ikonis dimana peran perempuan pada pola kuasa menuntun para penonton mengadakan kontak dengan dangdut Koplo itu sendiri. Penyanyi yang biasanya perempuan menuntut para penonton untuk melakukan apa saja dalam berkontribusi terhadap Koplo itu sendiri, dapat diketahui bahwa Koplo telah terpatronase dengan masyarakat, dimana terjadi hegemoni yang terjadi atas itu. Seperti halnya saweran, itu merupakan wujud dari ikonisitas dari Koplo. Selain ikonis, adapun relasi Indeksikal pada Dangdut Koplo. Danesi menjelaskan:
Indeksikalitas terwujud dalam segala macam perilaku representative. Manifestasi yang paling khas dapat dilihat pada jari yang menunjuk, yang oleh orang di seluruh dunia digunakan seara naluriah untuk menunjukan dan mencari sesuatu, orang atau peristiwa di dunia (2012:37)
Pada hal ini indeksikal yang terjadi pada dangdut Koplo adalah pada permainan tabla dan identitas pada dangdut itu sendiri. Tabla merupakan organologi yang sudah mendunia dan diketahui oleh masyarakat sebagai alat musik dangdut. Sedangkan pada identitas, Dangdut Koplo, merupakan sebuah indeksitas tersendiri, dimana Koplo sudah menjadi identitas masyarakat Jawa Timur dan Pantura, sehingga secara naluriah telah menunjukan sesuatu.
Relasi yang terakhir terbentuk adalah simbolik, Danesi menjelaskan:
Simbol mewakili sumber acuannya dalam cara yang konvensional. Kata-kata pada umumnya merupakan simbol. tetapi penanda maupun sebuah objek, suara, sosok dan seterusnya dapat bersifat simbolik (2012:38)
Pada hal ini dangdut Koplo membentuk relasi simbol, dimana suara tabla koplo telah menjadi simbol tersendiri pada dunia permusikan Indonesia. Mendengar Tabla Koplo pun telah menjadi simbol kalau ini merupakan Koplo, dengan bunyi “dang” yang dominan pun telah membentuk simbol dari Koplo itu sendiri. Itu bila dilihat dari organologi, tetapi jika dilihat dari Koplo itu sendiri, Koplo sudah menjadi simbol perlawanan atas musik dangdut itu sendiri, yang didukung dengan eksistensi Koplo tersebut. Koplo merupakan sebuah nilai kesatuan yang didalamnya terbentuk relasi ikon, indeksikal dan simbol.
            Pada hal ini yang mengarahkan tanda-tanda tersebut secara garis besar adalah semiosphere, dimana semiosphere mengatur perilaku manusia dan membentuk evolusi. Pada dangdut Koplo ini pola manusia akan sebuah kesenian telah diatur. Adanya pola yang telah terbentuk akan sebuah nilai kesenian yang selalu dirayakan masyarakat, adanya pola yang telah terbentuk akan sebuah nilai kekuasaan pada masyarakat dan lainnya. Adapun kode-kode yang mengarahkan tanda pada sebuah makna, seperti halnya pada sosok perempuan pada gambar 1 dan 3 sebagai kode, pada gambar 2 sosok pemain tabla yang menjadi garis besar. Pada gambar 4 dan 5 adanya kode dari uang dan wanita. Pada dasarnya semua kode dan semiosphere terintegrasi menjadi satu bagian yang saling melengkapi antara lini ditambah dengan adanya relasi yang terbentuk, sehingga pemaknaan yang jelas terjadi atas Dangdut Koplo sebagai bentuk kesenian yang mempunyai pola kuasa dan hegemoni terhadap masyarakat.



Daftar Pustaka

Appadurai, Arjun. The Social Life of Things: Commodities in Cultural Perspective. Cambridge: Cambridge University Press, 1986.
Barthes, Roland. Camera Lucida, Reflection On Photography. New York: Hill and Wang, 1981
Budi Suseno, Dharmo. Dangdut Musik Rakyat, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
Caturwati, Endang. Sinden- Penari Di Atas dan Di Luar Panggung. Bandung: Pustaka Pelajar, 2011.
Danesi, Marcel. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta, Jala Sutra, 2012.
Weintraub, Andrew N. Dangdut Stories , A Social and Musical History of Indonesia’s Most Popular Music, New York: Oxford University Press, inc, 2010.


[1] Weintraub, n Andrew. 2012:252.

No comments: