Friday, January 18, 2013

Review “Introduction, The Aesthetics of Symbolic Construction and Experience”



Review “Introduction, The Aesthetics of Symbolic Construction and Experience” dari Bruce Kapferer and Angela Hobart dalam “Aesthetic In Performance, Formation of Symbolic Construction and Experience”, oleh Michael Haryo Bagus Raditya

            Dalam bab ini, penulis mengidikasikan bahwa pada bab ini akan difokuskan kepada permasalahan estetika sebagai konstruksi simbol dan pengalaman. Pada awal penulisan, penulis melayangkan sebuah hipotesa, dimana beliau mengatakan bahwa sebuah pertunjukan dipertimbangkan secara estetik, yang dimaksud disini adalah proses yang berlangsung sebagai bentuk seni itu sendiri terjadi sebelum refleksi bersamaan dengan permasalahan dinamik yang ada terkonstruksi dan secara paksa karena pengalaman. Pada dasarnya konsep yang digunakan pada sebuah hal yang bernama estetika merupakan terapan dari pembuatan simbol atau struktur dinamik berdasarkan pengalaman pelaku, artian dan nilai yang ada. Studi estetik telah terkonsentrai dari bentuk seni dan isu yang berkembang atas estetik itu sendiri. Dalam bukunya, lectures on fine art  karangan Hegel, beliau mengembangkan ide dari Kantian, dimana jenis dari estetika didasarkan pada kriteria objek dari nilai yang terbentuk, nilai tersebut berasal dari sejarah dan budaya hingga sekarang. Sebuah konsep tentang estetik terbentuk darimana tetmpat itu berada, yang mana akan muncul artian dari keindahan sebagai usaha untuk mencari kreasi estetik tersebut. Adapun perbedaan yang mendasar antara pemikiran Kant dan Hegel, untuk Kant, sama dengan Hegel, estetik tidak hanya melulu berkonsentrasi pada seni tersebut, tetapi hati dari kritikan yang mengerti tentang manusia yang bernaung disitu.
            Bagaimanapun, Kant mengidikasikan bahwa banyaknya intuisi terjadi karena subjektifitas dan pengalaman estetik itu sendiri. Kant Menyipulkan bahwa dua bentuk dari pengetahuan itu adalah penubuhan dan sensori. Scarry mengikuti pendapat Kant, bahwa keindahan terbentuk karena definisi akan indah tersebut, seperti halnya rasa yang ada. Sehingga, perasaan dan intuisi yang ada pada diri merupakan hal yang pokok di setiap pembuatan karya, dan pengkreasian sebuah karya. Seni terjadi sebagai seni yang terbentuk karena proses, bukan karena kebutuhan. Perbedaan nilai artistic menjadi bentuk manifest dalam simbolik alami dari kehidupan manusia, yang mana sebagai simbol atas penjelasan akan “entification” atau pengulangan yang efektif dari kehidupan manusia sebagai bentuk eksistentsi yang ada. Estetika atau proses simbolik merupakan fasilitas untuk ekspresi diri, sesuatu yang terjadi pada kehidupan manusia sebagai respon, bukan sebagai sesuatu yang secara tiba-tiba. Ketika menekankan bahwa proses estetik tidak hanya sebagai simbol dari konstuksi realitas, tetapi sebagai eksistensi kehidupan atas konstuksi permintaan atas realitas dari estetika sebagai komposisi simbolik yang mana dapat diterima sebagai perwujudan. Estetika merupakan agensi, agensi yang ada adalah para individu sebagai manusia, dimana Individu mempunyai pengamalan atas hal yang ada dan telah menubuh.
            Pertunjukan merupakan tempat dimana banyak estetik atau komposisi simbol dari proses pencarian sebagai bentuk eksistensi pada pertunjukan itu sendiri, yang dimaksud disini adalah perwujudan proses komposisi sebagai penunjuk keberadaan. Hal tersebut merupakan konstruksi manusia walaupun dilakukan tidak secara sadar pada sebuah pertunjukan. Ini merupakan proses estetik, yang mana menunjukan karakter dan potensi pada sebuah performa, dan ini merupakan jalan dalam menciptakan rasa, sense. Pada hal ini, ritual dapat dikatakan sebagai sebuah pertunjukan, dan merupakan formasi simbolik dimana adanya kesadaran diri pada pertunjukan, hal tersebut dapat dilihat dari praktek yang terjadi dari kehidupan manusia yang masih mempercayai mistis. Pada hal ini, pertunjukan ritual menjadi poin penting pada nilai estetik sebagai manifestasi. Turner mengatakan bahwa, ritual dapat dikatakan sebagai seni pertunjukan, atau seni dalam pertunjukan. Analisis pada praktek ritual atau estetika yang spesifik, mereka berkehendak bahwa kontribusi umum yang bersifat komprehensi merupakan simbol dari kehidupan sosial dan politik. Proses merupakan keberadaan dari semua hal yang berkaitan pada aktifitas manusia dan implikasi pada estetik sebuah seni.
            Adapun contoh terapan dari sebuah estetika pada kesenian, Beeman mengindikasikan bahwa kekuatan dari praktek estetik adalah kehidupan manusia yang terjadi campur budaya dan perbedaan kelas sosial. Adanya proses kebudayaan membentuk sebuah estetik pada kesenian yang dibingkaikan. Seperti halnya Shulman, Shulman sebagai pertunjukan musik, semacam puisi pada tradisi Indian. Hobart dan Kapferer menjelaskan pertunjukan ritual menentukan estetik dalam menciptakan ethic dan moral dari komunitas dan masyarakat. Contohnya dalam Galungan di Bali, adanya keseimbangan komunal dan harmony yang ada. Hal terpenting adalah dalam mengerti sebuah seni, harus dilakukannya pengertian pada kekuatan dari struktur esterik tersebut, seperti kehidupan manusia, hal politik dan sosial, dan problematic yang ada pada keberadaan manusia itu sendiri. Pengalaman Seni merupakan bentuk dari latihan yang diulang, dan menjadi sebuah hal yang sakral, karena mempunyai artian yang dalam pada sebuah masyarakat atau pencipta.

No comments: