Dua Ikon Dangdut dari Masa yang berbeda:
Studi
Kasus Inul Daratista dan Ayu “Tingting”
A. Pengantar
“Dung..
Dang..Dung..Dang..Dut.. Dang..Dung..Dang..Dut..”. Begitulah Irama Gendang yang
beriringan dengan perkusi, alunan gitar dan bunyi Organ, dan Suara Penyanyi
dibarengi dengan goyangan, membentuk sebuah harmonisasi suara yang ciamik.
Penonton terpukau, bersorak, bahkan ikut bergoyang. Layaknya lupa daratan,
bebas, seakan melupakan beban yang ada. Untuk saat itu mereka terbebas, menjadi
satu dan terhanyut dalam alunan Musik Dangdut. Dangdut menjelma menjadi sebuah
alunan musik yang bercita rasa dan mewakili segenap peluh kesah masyarakat. Dari
ketukan yang dapat mengajak segala umat ikut bergoyang, goyangan khas Dangdut,
dan syair lagu yang mewakili perasaan masyarakat Indonesia khususnya kaum yang
tertindas dan terpinggirkan. Bahkan, kerap kali Dangdut dicap sebagai musik
orang susah. Walaupun begitu, dangdut merupakan hiburan masyarakat Indonesia
yang paling digemari. Dimanapun Dangdut ditanggap, penonton akan memadati
panggung. Masyarakat seakan telah menempatkan hatinya pada musik Dangdut,
karena Dangdut Musik Rakyat, rakyat Indonesia.
Pada
awalnya, kata dangdut sendiri dimaksudkan sebagai kata cemoohan atau ejekan
bagi orkes Melayu dengan gaya Hindustan yang mengikuti suara tabla dengan cara
membunyikan suara terentu sehingga terdengar “..dangduuut” (Banoe,2003:108). Dari definisi dangdut tersebut, dapat
diketahui bahwa musik dangdut merupakan perpaduan dari musik melayu dan musik
india, dan menghasilkan harmonisasi suara baru, yaitu Dangdut. Menurut Suseno,
istilah Dangdut baru muncul dan dikenal luas pada tahun 1970-an, kata dangdut
diindikasikan berasal dari bunyi kendang yang biasanya digunakan dalam
pertunjukan dangdut, seperti tabla. Disaat itu Billi Silabumi yang pada awalnya
hanya mengejek genre baru dengan kata Dangdut di media massa, maka sentak media
menyebutkan musik campuran ini menjadi musik Dangdut (2005:24-27).
Sebenarnya cikal bakal Musik Dangdut sendiri
telah berkembang sejak tahun 1950an, berawal dari perkembangan musik yang
sangat dipengaruhi oleh perkembangan zaman disaat itu. Diawali dengan Musik
Melayu Deli, Melayu Deli ini merupakan musik Indonesia dengan sentuhan
Semenanjung Melayu. Lagunya terdengar sangat melayu, seperti lagu Mainang
Sayang, Serampang Dua belas, dll. Setelah Deli Melayu, Unsur Pop yang telah
terkenal dan sedang naik daun, membentuk Pop Melayu. Pada saat itu musik
berkiblat pada genre pop dan pop Melayu. Adanya kebosanan dengan Pop, maka
muncul nuansa musik unsur India, pada saat itu film India merajai perfilman dan
acara televisi di Indonesia. Tak dipungkiri bahwa Musik India pada saat itu
menjadi kiblat musik nusantara.
Setelah
India, adanya nilai Agama yang kuat mempengaruhi unsure Timur tengah masuk ke
dalam tataran musik Indonesia, dan saat itu musik Arabian atau timur tengah
menjadi kiblat, seperti halnya kasidahan, dan lagu bertema Islam lainnya. Paska
dari musik timur tengah, di dunia Internasional sedang berkiblat kepada musik
rock. Unsure barat khususnya musik rock masuk dan kiblat musik pindah ke musik
rock. Ketika unsure barat sedang digandrungi, tidak hanya rock yang
berpengaruh, adalah musik latin dan fusion ikut menjadi kiblat musik dangdut.
Setelah musik-musik rock dan barat mencapai puncaknya, muncul musik beraliran
disco atau midi, Musik Dangdut langsung dengan cepat terinspirasi dan menjadi
kiblat. Diantara jenis musik yang mempengaruhi, eksistensi musik tradisi atau
daerah tetap terjaga, dimana musik dengan unsure etnik Indonesia naik dan
menemani jenis musik lainnya. Musik daerah tetap mempunyai kekuatan tersendiri,
seperti Didi Kempot, Trio Macan, dll (Suseno, 2005: 34-52).
Dari
beberapa unsure dan pengaruh musik yang mempengaruhi Dangdut, terbukti bahwa
dangdut merupakan musik yang melebihi genre musik biasanya. Dangdut dapat lebih
adaptif sesuai perkembangan zaman. Hal ini merupakan keistimewaan dangdut,
karena dangdut dapat menerima unsure musik dari mana pun untuk dikombinasikan
dan menjadikan Dangdut lebih kaya akan unsure. Sehingga dalam perkembangannya
Dangdut tidak akan pernah lekang oleh waktu atau zaman. Hal tersebut dibuktikan
dengan pertunjukan Dangdut yang tidak pernah sepi. Dangdut menjelma sebagai
sebuah nilai dalam masyarakat. Nilai kebersamaan hadir, media masyarakat untuk
berkumpul, berbagi dan bersilahturahmi. Dangdut sebagai perayaan di setiap
acara masyarakat. Bahkan, Dangdut dijadikan alat politik untuk mengumpulkan
massa atau menjadikan bintang dangdut tersebut sebagai anggota partai, sehingga
masyarakat melihat partai tersebut sebagai titisan bintang Dangdut tersebut. Hal
tersebut terjadi ketika, Partai Golkar menggunakan Rhoma Irama sebagai lambang
mereka (Weintraub, 2010: 148). Masyarakat terpesona dengan hingar bingar sang
bintang Dangdut. Rhoma Irama sang Raja Dangdut.
Rhoma Irama,
merupakan Raja sekaligus penggerak Dangdut. Rhoma mempunyai kekuatan Dangdut
yang sangat besar, hal tersebut terbukti ketika Dangdut di tahun 1970an harus
bersaing melawan Genre Rock. Rhoma datang dan memadupadankan keduanya menjadi
sebuah harmoni tersendiri. Rhoma merombak Dangdut yang sangat melayu menjadi
dangut yang lebih terbuka. Rhoma merubah segalanya, syair, alunan musik,
instrumentasi. Rhoma merubah instrument dengan penggunaan alat musik yang belum
pernah dicoba sebelumnya, seperti Saksofon dan keyboard. Rhoma merubah syair
melayu yang cinta-cinta dan sedih dengan keadaan realitas sosial yang diakhiri
dengan nasehat dan dakwah di setiap lagunya. Rhoma berhasil dan dia menjadi
Raja Dangdut Indonesia. Kekuatan Rhoma tidak berhenti sampai disitu, hingga
kini dia tetap berkecimpung di dunia Dangdut, sebagai penyanyi atau penasehat
musik Dangdut.
Setelah
Dangdut Rhoma, muncul kebosanan akan Dangdut yang halnya hanya bersifat dakwah.
Dalam perkembangannya Dangdut yang diusung Rhoma tidak sendiri, ada Dangdut
lainnya yang muncul disaat masa Dangdut Rhoma, yakni Dangdut Koplo, Dangdut
yang hidup di Surabaya dan di Jalur Pantura. Dangdut Koplo lebih terkenal
dengan konotasi negatif, yakni, jorok, erotis, atau pinggiran. Dalam musik,
Dangdut koplo lebih mempunyai ketukan yang lebih cepat sehingga lebih enerjik.
Para penyanyi juga tampil lebih berani dalam busana dan tarian. Dalam lagu
mereka mengaransemen ulang dan menjadikannya dengan versi mereka. Tetapi dalam
perkembangannya Dangdut Koplo makin digandrungi setelah kebosanan akan Dangdut
Rhoma, karena matinya kreatifitas dan tidak adanya generasi penerusnya. Dangdut
yang terinspirasi dari Dangdut Koplo muncul dan mulai menjadi idola hingga
kini, dan muncul idola baru seperti Inul Daratista hingga Ayu “Tingting”. Paper
ini akan membahas tentang Inul Daratista dan Ayu “Tingting”, karena sedikit
perhatian dan pembahasan yang mendalam tentang dua ikon Dangdut di tiap
masanya. Paper ini akan menguak masa Inul Daratista dan Ayu “Tingting” dan akan
dililhat perbandingan antara kedua Ikon Dangdut tersebut.
B. Pembahasan: Dua Ikon Dangdut
Indonesia
Pada
dasarnya, Dangdut kini memang terpengaruh dengan Dangdut Koplo, setelah
mengalami kebosanan pada alunan Musik Dangdut yang biasa, Dangdut Koplo dilihat
sebagai sesuatu yang lebih enerjik dan riang, yang dapat memberikan stimulus
tersendiri terhadap para penikmatnya. Dangdut kini yang ke-koplo-koplo-an dalam
perkembangannya juga mendapatkan banyak unsure musik dari jenis musik lainnya,
seperti halnya Dangdut yang mengalami banyak masukan unsure. Dangdut kini juga
memiliki sifat yang adaptif. Banyak pengaruh dari genre lain seperti, rock,
melayu, pop, dan tren yang sedang bergulir kini, Korean Pop dan Japanese Pop.
Bila melihat
kesuksesan Dangdut kini, tidak akan terlupa sejarah atau cerita tentang usaha
dan eksistensi Dangdut kini yang sering dipojokan, disisihkan dan dilarang
sehingga menjadi sebuah kontroversi. Masih teringat ketika masyarakat geger
atas penampilan Dangdut Kini, dan Rhoma pun melarang dan mencekam Dangdut kini.
Entah pelarangan Rhoma yang mengatasnamakan penodaan dangdut sebagai suatu
keserakahan akan ketidakmauan rezim Dangdut Rhoma menurun atau benar-benar
pembelaan akan Dangdut. Dangdut kini, Dangdut Koplo sebagai suatu yang
kontroversial, dan kontroversial itu tetap bertahan dan tumbuh lebih besar yang
memunculkan bintang Dangdut yang menjadi ikon Dangdut koplo atau dangdut baru yakni
Inul Daratista hingga Ayu “Tingting” yang kini menjadi pedangdut paling laris
dan paling digilai masyarakat Indonesia.
1. Inul Daratista
Sebenarnya
Dangdut Koplo telah berkembang sejak lama, tetapi dalam keberlangsungannya,
tidak adanya titik poin yang menegaskan Dangdut Koplo berdiri sejajar dengan
Dangdut melayu. Hal tersebut sejenak berubah, menginjak Tahun 2003, merupakan
suatu keberhasilan tersendiri untuk Dangdut koplo pada umumnya, dan Inul
Daratista pada khususnya. Dangdut Koplo pada akhirnya dapat naik ke permukaan
dan berdiri setara dengan Dangdut Melayu yang Sopan dan Santun yang diciptakan
Rhoma. Memang kemunculan Inul Daratista yang membawakan gaya Dangdut Koplo
menjadi kontroversial untuk semua pihak, hal tersebut dapat terbukti ketika
pada tahun 2003. Penulis teringat ketika pada tahun 2003, para Bapak-bapak dan
Ibu-ibu di tempatnya tinggal menjadi gempar dan saling menanyakan “apa kamu
sudah nonton video Inul? Ya ampun porno banget, jorok banget jogetnya”, ya
memang pada tahun 2003, semua mata dan telingga tertuju pada sang penyanyi.
Inul memang fenomenal, dan karena kontroversinya dia dapat bertahan dan bahkan
menjadi ikon dangdut di masanya.
Sebelum
beranjak lebih jauh lagi. Mengenal Inul Daratista dari sisi kehidupannya
mungkin hal yang patut diperhatikan, agar kita dapat lebih objektif dalam
menilainya. Inul Daratista, merupakan nama panggung dari Ainur Rokhimah yang
lahir 33 tahun yang lalu. Lahir pada tanggal 21 Januari 1979 di Gempol, Jawa
Timur dari Abdullah Aman dan Rufia sebagai anak pertama dari enam bersaudara.
Dalam kehidupannya Ainur Rokhimah telah mempunyai pasangan hidup, yaitu Adam
Suseno dan seorang anak bernama Yusuf Ivander Damares pada tahun 2009.
Pernikahannya dengan Adam Suseno telah dilakukannya jauh sebelum Inul menjadi
penyanyi terkenal (Heryanto, 2006: 288). Dilihat dari eksistensinya sebagai
penyanyi, Inul bukanlah penyanyi “kagetan” atau penyanyi yang baru bernyanyi.
Inul telah memulai karir bernyanyinya sejak tahun 1980an.
Inul memulai
karir sebagai penyanyi dengan membawakan lagu Dangdut di daerah asalnya, maka
tidak heran bila dangdut yang Inul bawakan sangat terpengaruh dengan Dangdut
yang berkembang di daerah asalnya, yaitu Dangdut Koplo, sehingga baik sadar
maupun tidak, Dangdut Koplo telah berpengaruh kepada Inul, baik terhadap cara
bernyanyi, bergoyang, dan memilih lagu. Ketika Inul memulai debutnya di tahun
1980, Inul hanya mendapat Rp.3500,-, dari panggung ke panggung Inul bernyanyi.
Lalu di tahun 2002, juga tidak ada yang menarik dengan karir Inul, Inul mulai
merambah jenis musik yang lain. Inul menjadi penyanyi rock di kalangan
lingkungan sekolah menengah atas di daerah asalnya, setelah itu Inul mulai
merambah sebagai penyanyi di sejumlah hotel besar di Surabaya (Heryanto, 2006:
289). Tidak hanya itu, Inul juga tetap aktif menjadi penyanyi Dangdut dari
Panggung ke Panggung.
Seperti
halnya, dalam panggung di Surabaya atau di Pantura, setiap kegiatan panggung
Dangdut atau sebuah Orkesan mempunyai dokumentasi yang direkam dan dijual
secara bajakan. Sungguh tidak menyangka, video rekaman dari Inul tersiar secara
perlahan dan menjadi gempar secara keseluruhan. Nama Inul sentak melejit dan
naik ke permukaan. Tahun 2003 merupakan tahun dimana, Inul menjadi buah bibir
semua kalangan, dan menjadi tahun kesuksesan untuk Inul. Di tahun 2003
penghasilan Inul dapat diperkirakan sebesar Rp. 700 Juta per bulannya. Semua
mata tertuju padanya, hal tersebut dibuktikan dengan prestasi sebuah stasiun
televisi yang menampilkan Inul selama 60menit di tahun 2003, sentak stasiun
tersebut merauk keuntungan sebesar Rp.900 Juta untuk penampilan Inul saja. Inul
memang datang dengan penuh kontroversi, tetapi dengan kontroversi yang datang
bersama Inul, berdampak kepada penonton yang terfokus pada penampilan Inul
sehingga menyebabkan Inul menjadi lebih terkenal.
Inul dalam
bernyanyi mempunyai produktifitas yang baik. Hampir setiap hari Inul tampil di
televisi. Inul dalam karir tarik suaranya telah mengeluarkan sekitar Sembilan
album dangdut, lima album sebelum Inul terkenal, empat album setelah Inul
terkenal. Sebenarnya di Lima album pertama, Inul tidak meraih keuntungan besar.
Inul meraih keuntungan besar berkat beredarnya VCD rekaman pentas dari Inul,
diperkirakan tiga sampai sepuluh juta keeping terjual (Heryanto, 2006:290).
Tidak hanya dalam bidang tarik suara dan panggungnya, ketenaran Inul membuat
Inul menjadi pemain sinetron dan film yang bisa dibilang “ajimumpung”. Berkat
kontroversinya, Inul mendapat perhatian yang besar dari masyarakat, sehingga
pundi-pundi keuntungan terus mengalir. Menyadari eksistensi Inul di televisi
akan termakan zaman, maka Inul membuat usaha Karoke yang bernama Inulvista.
Eksistensi Inulvista terjaga, dan menjadi lumbung penghasilan bagi Inul hingga
sekarang.
Siapa yang
tidak mengenal Inul Daratista, sang penyanyi Dangdut yang fenomenal. Semua mata
tertuju padanya, tetapi akan lain soal jika dia dilahirkan lebih awal beberapa
tahun, mungkin Inul tidak akan menjadi Inul yang sekarang. Selain teknologi
masih pincang, industry hiburan masih kerdil dan dikekang oleh kekuasaan masa Soeharto.
Inul datang di saat yang tepat, ketika reformasi sedang digalakan, ketika
kebebasan dituhankan. Proses kekosongan yang terjadi ketika transisi dari masa
Orde baru ke reformasi, merupakan pijakan Inul untuk naik ke permukaan.
Masyarakat yang terstruktur oleh sistem Soeharto seakan dikagetkan dengan VCD
dan penampilan Inul yang dikatakan sebagai tidak santun, nakal, porno, atau
negatif.
VCD Inul
yang mempertontonkan tarian dan goyangan yang sensual, goyangan dari Inul yang
dikatakan nakal dan terkenal dengan goyangan “ngebornya”, terlebih “shot”
kamera yang mempertontonkan bagian-bagian yang tidak lazim, bahkan
memperbesarnya. Busana Inul yang terlihat sexy dan mengecap di badannya, serta
tata rias yang menor. Membuat para penonton tersentak. Sentakan tersebut
menimbulkan pro dan kontra. Pro terhadap Inul bermuara dari para aktivis
perempuan, para penggemar, dengan mengatakan bahwa Inul merupakan penyanyi yang
blak-blakan dan enerjik. Inul merupakan lambang kejujuran dan penggerak
dangdut. Bahkan Inul juga didukung oleh para pejabat pemerintahan di kota yang
mencekalnya. Kontra juga terjadi dimana-mana, mulai dari para masyarakat, dari
para pemuka Agama, bahkan Raja Dangdut tidak menyukainya. Penampilan Inul
dikatakan sesuatu yang erotis, dan menodai citra Dangdut. Hingga pada tahun
2006, Rhoma menentang pertunjukan Inul dalam pembahasan anti pornografi, di
dalam pembicaraan dengan DPR. Inul dicekal karena joged dan goyangan
“ngebornya”. Setelah pencekalan, Inul mengurangi jogednya dan berpenampilan
lebih sopan dari sebelumnya. Pada Akhrinya Karir Inul berhenti pada tahun 2008,
setelah para penonton telah bosan dan banyaknya bintang baru dengan genre musik
lainnya.
Inul
Daratista, sang Ratu “Ngebor”, merupakan penyanyi yang fenomenal. Kontroversi
yang ada pada dirinya, membuat Inul menjadi penyanyi Dangdut termahal bahkan
menjadi Ikon Dangdut pada saat itu. Keberadaan Inul berpengaruh kepada Musik
Dangdut hingga sekarang. Musik Dangdut Indonesia kini lebih beragam. Dari
Goyangan Ngebor Inul, muncul goyangan lainnya, seperti goyangan “gergaji,
“vibrator”, ngecor, dll. Inul merupakan penggerak Musik Dangdut, dia menggebrak
Musik Dangdut yang Sopan dengan Dangdut yang Koplo. Dangdut yang serius
dirubahnya menjadi Dangdut yang bebas dan penuh goyangan, sehingga Dangdut kini
lebih berwarna. Inul merupakan pionir perubahan Dangdut, dia penggerak Musik
Dangdut, dan karenanya kini muncul Inul-inul lainnya yang mewarnai musk Dangdut
dan Musik Indonesia.
2. Ayu Tingting
Setelah Inul
Daratista, muncul penyanyi-penyanyi baru, seperti Dewi Persik, Julia Perez,
Melinda, dan masih banyak lagi, tetapi dalam keberadaannya, para penyanyi
tersebut belum dapat menyandingi kehebatan Inul Daratista. Hingga dalam
mendapatkan penyanyi Dangdut yang fenomenal, banyak stasiun televisi membuat
kompetisi penyanyi Dangdut yang dibuka untuk umum, dengan maksud ada yang dapat
menandingi kejayaan dari pendahulunya. Kekosongan pada musik Dangdut terjadi,
Dangdut mulai tenggelam lagi, terlebih perhatian masyarakat tertuju pada
band-band Rock dan band-band beraliran Melayu setelahnya. Posisi Dangdut mulai
terancam, walau beberapa penyanyi datang, tetapi mereka belum dapat sepenuhnya
menyita perhatian masyarakat. Dangdut benar-benar di masa yang stagnan, telah
banyak usaha dilakukan tetapi Dangdut dirasa membosankan oleh para pendengar.
Setelah itu Dangdut kembali dengan mengusung para penyanyi yang mempunyai daya
tarik di lagunya. Lagu-lagu yang bersyair nakal, lucu dan unik, naik ke
permukaan.
Di saat
itulah lagu “Alamat Palsu” dari Ayu “Tingting” muncul, dan menyita perhatian
masyarakat. Hal tersebut juga dirasakan penulis ketika orang berbondong-bondong
mengunduh lagu Ayu Tingting untuk didengarkan dan menjadikannya sebagai “ringtone” dari ponsel mereka. Lagu
Alamat Palsu seketika menjadi lagu paling laris dan digandrungi oleh
masyarakat. Ayu “Tingting” sebagai penyanyi juga secara cepat naik daun.
Penampilannya merupakan tontonan yang paling ditunggu-tunggu, dan saat ini Ayu
selalu tampil di Televisi setiap harinya. Ayu “Tingting” menjadi penyanyi yang
fenomenal karena lagu Alamat Palsunya. Kini, siapa yang tidak mengenal Ayu
“Tingting”, semua mata tertuju padanya.
Sebelum
membahas lebih dalam lagi, mengenal Ayu “Tingting” dari segi kehidupannya
dirasa penting agar dapat menilai sang bintang secara objektif. Ayu “Ting-ting”
merupakan nama panggung dari Ayu Rosmalina. Ayu Rosmalina lahir di Depok pada
tanggal 20 Juni 1992. Sebenarnya nama “Tingting” merupakan judul sebuah lagu
yang dinyanyikan Ayu di album pertamanya yaitu geol ajep, pada tahun 2007. Lalu
sang produser mengusulkan agar Ayu menambahkan nama “tingting” di belakang
namanya, dengan maksud memudahkan diingat oleh penonton dan penikmat dangdut[1].
Sejak kecil Ayu telah berprestasi, dimulai dari menjadi bintang sari ayu 2006,
Putri Depok 2006, Mojang Depok, Presenter Kuis, dan menjadi salah satu penyanyi
di album dangdut, geol ajep 2. Karir Ayu sebagai penyanyi juga dibuktikan
dengan sebagai salah satu penyanyi di Album Rekening Cinta, Album Goyang
Sejati, Album Dangdut Yoo, Album Kamera Ria dan Album Dangdut Pro[2].
Menjadi
penyanyi bukanlah hal yang baru untuk Ayu “Tingting”, karena sejak umur 4th
Ayu telah mengikuti Ibunya yang bekerja menjadi penyanyi. Panggung Hiburan
bukanlah hal yang baru untuknya. Dari wawancaranya, sebenarnya Ayu ingin
menjadi Model, tetapi karena postur yang kurang memenuhi maka itu Ayu lebih
terfokus sebagai penyanyi[3].
Ayu mulai bernyanyi lagu dangdut ketika duduk di bangku SMP. Lalu Ayu mencoba
bernyanyi dari panggung ke panggung dan mulai mendapatkan penghasilan dari
musik Dangdut. Sebenarnya Ayu “Tingting” sangat menyukai drama korea dan lebih
menyukai musik korea, namun karena Ayu menyadari bahwa Dangdutlah yang dapat
memberikannya penghasilan, maka Ayu tetap berada di jalur Dangdut. Hal tersebut
tidak disadari terbawa dalam gaya dan penampilan dari Ayu, Ayu sangat modis dan
berpakaian seperti layaknya gaya Korea yang sedang berkembang di Indonesia.
Gaya korea yang telah menjadi inspirasi dalam berpakaian Ayu juga membedakannya
dengan penyanyi lainnya yang lebih seksi dan heboh.
Untuk
penghasilan yang diterima Ayu “Tingting” belum ada data yang jelas tentang
besaran penghasilan setiap manggungnya. Tetapi dari sebuah tabloid yang bernama
Gaul, mengungkap bahwa gaji Ayu sebesar Rp 2Milyar per bulannya. Hal tersebut
dapat dikatakan masuk akal, karena penampilannya yang hampir muncul di televisi
setiap harinya, juga pernyataannya di dalam tabloid Gaul edisi Oktober, jadwal
menyanyinya sudah penuh. Ditambah ketika perayaan tahun baru, “Ayu Tingting”
dibayar hampir Rp. 1Milyar di Bangka Belitung[4].
Penghasilan yang luar biasa besarnya sebagai bintang yang baru saja bersinar
September lalu. Selain bernyanyi, Ayu juga merambah sektor presenter acara
musik, sinetron, film, iklan, kolaborasi dengan beberapa artis dan menjadi brand ambassador banyak produk. Hal
tersebut ia lakukan agar penonton tidak merasa bosan dengannya. Seakan Ayu
ingin menunjukan semua bakat yang ia punya ketika ia masih berjaya. Sukses
dengan lagu Alamat Palsu yang dapat bertahan selama tiga bulan, Ayu “Tingting”
berencana mengeluarkan single baru di tahun 2012 ini. Lagu yang ia usung tidak
pure dangdut, lebih kepada Musik House atau Koplo. Pengaruh Inul akan musik
dangdut yang lebih enerjik juga telah dianut oleh Ayu.
Menurut
penulis Ayu “Tingting” merupakan penyanyi yang beruntung dan datang di saat
yang tepat. Hal tersebut dibuktikan dengan lagu Alamat Palsu yang rilis album
2007 tetapi baru terkenal pada tahun 2011. Pada tahun 2007 masa Inul sedang
berjaya, semua penyanyi Dangdut berbondong-bondong masuk dapur rekaman, dengan
harapan mengikuti jejak Inul. Pada saat itu Dangdut dapat dikatakan sedang
liar-liarnya, semua macam joged dan goyangan yang diandalkan, sedangkan Ayu
Tingting dalam videonya, hanya layaknya penyanyi biasa yang tidak menonjolkan
apa-apa. Dengan setting di puncak dan rumah seperti villa, Ayu bernyanyi
bersama bunga-bunga, memakai busana yang kurang menarik. Sehingga tidak ada
yang dapat dijual pada saat itu. Ayu telah kalah dan tenggelam pada saat itu.
Lalu ketika
Dangut mengalami masa kebosanan, adanya usaha mencari lagu-lagu yang mempunyai
nada syair yang nakal, lucu dan unik terangkat. Seperti lagu Kucing Garong dan
Cinta satu malam yang telah terkenal sebelumnya. Lagu Alamat Palsu akhirnya
mendapat kesempatan dan meraih gemilang pada tahun 2011. Ketenaran Ayu bukan
lagi merupakan usaha darinya, tetapi usaha dari produser yang mempunyai
strategi agar dangdut kembali lagi menjadi raja di Indonesia. Tetapi ada yang
membedakan antara lagu Alamat Palsu dengan lagu-lagu seperti Cinta satu malam
milik Melinda, dan Kucing Garong milik Trio Macan. Trio Macan mengusung gaya
dangdut yang klasik, gaya dangdut daerah, sedangkan Melinda mengusung gaya
disko, yang pada saat itu sedang gempar dengan musik Melayu. Maka itu
kegemiliangan mereka tidak dapat menandingi “Ayu Tingting”.
Ayu
“Tingting” ada dalam waktu yang tepat, Ayu masih Muda, mempunyai wajah
oriental, dan memiliki kulit yang putih, yang pada saat itu industri musik
Indonesia sedang berkiblat pada Musik Korea, ditambah dengan gaya busana dan
rambut yang dimiliki Ayu Tingting merupakan gaya layaknya para penyanyi dan
bintang Korea. Demam masyarakat akan korea lah yang seakan merubah cara
berfikir masyarakat untuk menyukai Ayu “Tingting”. Televisi pada saat itu hanya
menyiarkan film korea, gaya-gaya korea, sehingga merubah cara padang masyarakat
akan mereka yang cantik adalah yang bergaya dan mempunyai muka oriental. Lalu
di saat itulah Ayu masuk dengan gaya yang sudah sesuai, dengan kesempatan
pencarian lagu yang sesuai. Karena itulah Ayu pada akhirnya menjadi penyanyi
dangdut tersukses
Ayu
“Tingting” merupakan sebuah fenomena, ketika Dangdut sedang mengalami
kemunduran dan kebosanan. Ayu datang dan menjadi pionir penghidupan kembali
dari Musik Dangdut. Dengan kehadiran Ayu “Tingting”, dangdut kembali dalam
eksistensinya. Setiap acara televisi di tiap malamnya berisikan tentang
Dangdut, sejak sore hingga larut. Dangdut kembali pada jalurnya. Setiap Acara
kembali mengibarkan bendera Dangdut sebagai puncak acara mereka. Ayu “Tingting”
adalah Ikon dangdut kini Berkat kecerdikan Ayu “Tingting” lah yang
mengembalikan masa kejayaan Dangdut dan memperkuat eksistensi Dangdut lagi.
C. Analisis: Inul Daratista dan
Ayu Tingting: Perbandingan Dua Ikon Dangdut dalam Masa yang Berbeda
Dari Inul
Daratista hingga Ayu “Tingting”, siapa yang tidak mengenalnya. Kedua penyanyi
ini merupakan Ikon Dangdut di masanya masing-masing. Kedua Ikon Dangdut ini
mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan Dangdut dan mengembalikan
kejayaan Dangdut lagi. Kedua Ikon hadir dalam kedaan sosial budaya masyarakat
yang berbeda, dan menghadapi selera pasar masyarakat yang berbeda pula. Tetapi
dalam keberlangsungannya dapat dilihat persamaan dan perbedaan, hal ini
dimaksudkan agar memperluas perkembangan Dangdut dari masa ke masa. Serta
melihat kejayaan Dangdut dari dua masa yang berbeda.
1. Persamaan antara Inul Daratista
dan Ayu Tingting
Persamaan
yang dicari, bukanlah persamaan dalam bentuk raga atau sifat, tetapi persamaan
disini lebih kepada persamaan nilai-nilai yang cakupannya lebih besar,
teranalisis dan memperkaya nilai seni dari kedua Ikon Dangdut, Inul Daratista
dan Ayu “Tingting”.
Pertama,
kedua Ikon sama-sama mengganti nama mereka dari nama aslinya. Seperti halnya
Ainur Rokhimah menjadi Inul Daratista dan Ayu Rosmalina menjadi Ayu “Tingting”,
pergantian nama dilakukan agar maksud dan tujuannya, lebih mudah dikenal dan
diingat oleh para pendengar dan penggemar. Sebenarnya pergantian nama telah
terjadi sejak dulu dan ada dalam beberapa kasus. Dalam buku Tayub milik Rochana
juga terjadi penggantian nama dari para tayub. Ketika nama yang telah dimiliki
sejak lahir yang diberikan oleh orang tua dirasa kurang menguntungkan. Oleh
karena itu diupayakan mengubah atau menambah nama yang telah dimiliki.
Perubahan nama yang dilakukan lebih banyak dengan cara menambah nama agar lebih
menarik. Penggunaan nama di atas panggung itu dianggap dapat mengangkat
popularitas dan membawa berkah bagi diri mereka, sehingga menjadikannya laris.
Di samping itu dengan nama tersebut mereka lebih mudah dikenal oleh public
(2010: 316). Soedarsono dalam Kongres kebudayaan di Yogya juga mengungkapkan
perubahan nama telah dilakukan sejak tahun 1950an, dengan harapan agar lebih
terkesan “miyayeni”, yaitu nama-nama yang sering digunakan oleh kalangan
bangsawan dan bukan nama-nama yang terkesan orang desa. Penggantian nama
dianggap penting karena berhubungan dengan kesuksesan para ikon.
Kedua, dua
Ikon ini dalam awal kesuksesannya merupakan hal yang tidak disangka-sangka.
Untuk menuju kesuksesannya para Ikon ini membutuhkan waktu yang dapat dikatakan
cukup lama. Seperti halnya saja, Inul Daratista, yang telah memulai debutnya
sejak 1980 dan berkonsentrasi sejak 1998an, harus menunggu hingga tahun 2003
untuk menuju pintu kesuksesannya. Sedangkan Ayu “Tingting”, yang telah merilis
lagu Alamat Palsu sejak 2007, harus menunggu hingga tahun 2011. Adanya proses
yang panjang bahkan sudah tidak dikira-kira. Hal ini lalu berhubungan dengan
persamaa kedua Ikon, yang sama-sama ada di waktu yang tepat. Inul Daratista
naik ketika masa reformasi digalakan, masa dimana juga terjadi kebosanan dengan
alunan musik Dangdut Rhoma. Lalu, Ayu “tingting”. Naik ketika masa kebosanan
dan usaha dalam mengembalikan kejayaan dangdut. Arnold Hauser menyatakan bahwa
seni pertunjukan selalu mengikuti perkembangan selera masyarakat pendukungnya.
Keberadaan seni dan masyarakat saling mempengaruhi, pada satu sisi masyarakat
mempengaruhi seni, dan pada sisi lain seni mempengaruhi masyarakat (1974:93).
Dalam kasus ini, kedua Ikon dapat membuat moment yang pas yang dikaitkan dengan
keadaan yang terjadi saat itu.
Ketiga, dua
ikon ini dalam musik sama-sama mengusung dangdut yang lebih enerjik atau koplo.
Tidak dapat dipungkiri bahwa, musik Koplo yang bekembang di Surabaya yang lebih
enerjik, mempengaruhi cara bermusik dari kedua Ikon ini. Andrew Weintraub dalam
bukunya “dangdut Stories”, memang menyatakan bahwa Dangdut Koplo yang basisnya
daerah, telah menyebar ke segala penjuru tanah air, dan mempengaruhi dangdut
sekarang (2010). Dalam Kasus ini, kedua Ikon sama-sama berada dalam jalur
dangdut yang sama, jalur dangdut yang lebih bebas. Dalam Soedarsono, menjelaskan
bagiamana sebuah hal yang telah lama dan membekas memberikan pengaruh terhadap
perkembangan sebuah hal, contohnya saja, banyak tarian-tarian yang terpengaruh
masa Hindu, Islam, Kristen, dll. Adanya pengaruh yang besar secara tidak sadar
masuk dalam tataran perbuatan (2002:8-73). Sama halnya dengan Dangdut kedua
Ikon, Inul Daratista dan Ayu “Tingting” secara tidak sadar atau sadar memilih
lagu yang lebih enerjik atau dapat dikatakan Koplo sebagai lagu yang mereka bawakan.
Keempat,
kedua ikon sama-sama fenomenal. Inul Daratista dan Ayu “Tingting”, tidak
dipungkiri memang penyanyi yang fenomenal. Fenomenal disini adalah berhubungan
dengan penggerak Dangdut. Inul menjadi fenomenal ketika dia membawakan lagu
dangdutnya tidak berada di jalur dangdut yang sopan. Inul datang menawakran
warna lain dari dangdut, Inul memberikan realitas sosial yang ada. sedangkan
Ayu “Tingting” merupakan penyanyi yang fenomenal, karena di tahun 2011, semua
mata tertuju padanya. Ayu “Tingting” merupakan artis yang datang dengan lagu
yang sederhana tetapi sangat disukai. Kemunculan Ayu “Tingting” juga tidak
disukai dengan pernyataan kampong atau jelek, dll. Tetapi karena kontroversi
yang muncul, eksistensinya dapat terus bertahan, dan secara khusus ini
merupakan penggerak untuk musik dangdut.
Kelima,
Kedua Ikon dangdut ini mengawali karirnya, tidak dengan kagetan. Keduanya telah
menjadi penyanyi sejak dahulu, hal tersebut dibuktikan dengan karir Inul yang
memulai karir bernyanyinya sejak 1980, dan Ayu “Tingting” yang telah menyanyi
sejak di bangku SMP. Kedua ikon juga mengawali karirnya dengan membawa dangdut
sebagai pembeda mereka. Dalam buku Tayub milik Rochana, menyatakan dalam
menjadikan seorang tayub yang baik, perlu dilakukan pembinaan, pelatihan, yang
dimaksudkan agar menjadi penyanyi yang benar-benar memumpuni (2010:314). Dalam
kasus ini, usaha yang dilakukan oleh para Ikon merupakan usaha seperti halnya
menjadi tayub, mereka belajar dan memulai karir sejak dini, sehingga mereka
mendapatkan proses pembelajaran serta pembentukan untuk identitas mereka.
Inul Daratista dan Ayu “Tingting”, telah
melakukan peleburan berupa adaptasi dan kombinasi yang terkadang menyesuaikan
masyarakat dan kesempatan yang ada. Tepai kedua Ikon tetap berpegang teguh
kepada identitas mereka dan karakter mereka. karena masyarakat pada dasarnya
menyukai mereka berdasarkan permulaan yang muncul. Eksistensi kedua Ikon juga
sangat baik, karena walau jangka waktu kesukesan mereka bisa dibilang agak
lama, tetapi mereka tetap fokus pada hal tersebut. Sehingga di waktu yang tepat
mereka sama-sama menjadi penyanyi dangdut yang fenomenal dan penggerak dangdut
berdasarkan waktu yang berbeda dan kondisi yang berbeda.
2. Perbedaan antara Inul Daratista
dan Ayu Tingting
Perbedaan
antara kedua Ikon pasti terjadi, tetapi perbedaan yang akan dilihat disini
bukanlah perbedaan yang umum tetapi lebih kepada perbedaan yang bersifat khusus
tetapi mempunyai nilai yang menyeluruh.
Pertama,
yang membedakan kedua Ikon adalah perbedaan aksi panggung dari kedua Ikon atau
Joged. Menurut Rochana, Joged, sebagai penari tayub berperan menyampaikan
kecantikan yang dimiliki seorang perempuan yang memancarkan keindahan.
Kecantikan dalam arti tidak hanya menunjuk pada kecantikan lahiriah tetapi juga
kecantikan batiniah. Melalui gerak-grak tari yang ekspresif dan kepekaan
terhadap karawitan, seorang joged akan dapat mengungkapkan keindahan untuk
berinteraksi. Untuk menambah daya tarik, mereka sangat memperhatikan penampilan
fisik melalui penataan rias dan busana (2010: 311). Hal tersebut juga berpengaruh
kepada Dangdut, Joged dan goyang mempunyai nilai yang penting pada hal ini,
tetapi ada yang membedakan nilai joged yang dilakukan kedua Ikon. Thomas Turino
dalam bukunya Music as Social Life menyatakan bahwa dance terbagi menjadi dua,
yakni dance for participant dan dance for presentation (2008: 184).Inul
dalam penampilannya mengusung tari yang membutuhkan partisipasi, adanya ajakan
menari untuk menonton, semua bergoyang, pengalamannya sebagai penyanyi panggung
juga yang menyebabkan Inul lebih kepada partisipasi. Sedangkan Ayu “Tingting”
lebih kepada penampilan tari yang hanya dipresenstasikan, atau dipertontonkan
saja. Bila halnya Ayu kurang banyak melakukan Interaksi dengan para penonton
atau mengajak mereka menari secara personal, hal tersebut mungkin disebabkan,
perebedaan sektor pengalaman.
Kedua,
perbedaan juga ditemukan pada nilai joged atau implikasi joged yang dilakukan
kedua ikon, ketika Inul menari, tanggapan kontroversi pasti muncul, karena Inul
dikatakan sebagai tarian yang erotis, joged yang mengundang sensualitas.
Sedangkan joged yang dilakukan Ayu tidak lah terlalu heboh, sehingga tidak ada
kontroversi yang muncul, joged ayu hanya dalam tataran tontonan atau nilai
jogednya hanya sebagai joged pelengkap. Dalam buku Rochana menyatakan bahwa
seperti halnya tayub, dangdut juga
memiliki nilai tersendiri. Dangdut merupakan tari rakyat, dangdut sebagai
lambang keseburan. Tari bersifat erotis, tayub bersifat erotis itu terkait
dengan pertunjukan yang mengandung sensualitas dan seksualitas. Sensualitas dan
seksualitas tampak pada dominasi gerak tari goyang pinggul yang dilakukan oleh
para joged. Tayub mempunyai makna sebagai simbol kesuburan, melambangkan
pertemuan antara laki-laki dan perempuan. Sifat erotis yang melekat pada
pertunjukan tayub menyebabkan pertunjukan tayub sering dianggap mengeksploitasi
masalah seksual. Anggapa itu tidak benar, karen dalam pertunjukannya tidak
menghadirkan secara vulgar masalah seksual. Seksualitas muncul pada tingkat
fantasi dan imajinasi penonton (2010: 214-218). Nilai joged kedua ikon berbeda.
Joged yang sebagai lambang kesuburan pada wanita tayub juga sebagai tontonan
rakyat sama-sama dimiliki kedua Ikon, yang membedakan, Ayu tidak mempunyai
nilai erotisme.
Ketiga,
perbedaan dari kedua Ikon, adalah ekspetasi dari dangdut itu sendiri. Terkadang
tujuan dari dangdut itu sendiri terkadang menjadi terpoles ketika menyesuaikan
keadaan. Seperti yang dikemukakan Timbul Haryono, bahwa seni terbagi menjadi
dua, seni untuk seni, dan seni untuk pasar. Seperti halnya Inul Daratista, Inul
lebih menunjukan Seni untuk seni, dia melakukan penampilan melakukan
pertunjukan berdasarkan kepentingan seni, dari awal Inul menjadi penyanyi akan
tetap seperti itu, Inul tidak merubah tarian atau gayanya seperti permintaan
pasar. Sedangkan Ayu lebih pada Seni untuk pasar. Ketenaran dan gaya Ayu
berubah drastis dari video Alamat Palsunya dengan gaya korea yang ada sekarang,
dia mengikuti apa yang sedang terjadi di pasar. Yang menguntungkan dia dapat
bertahan hingga sekarang.
Keempat,
perbedaan pengalaman, kreatifitas dan konsentrasi juga ada pada kedua ikon
dangdut ini. Pengalaman Inul dapat dikatakan lebih banyak dan lebih menantang,
menghadapi dangdut pantura yang lebih liar, Inul mempunyai pengalaman Panggung
yang lebih baik, sehingga menyebabkan Inul lebih matang di panggung. Sedangkan
Ayu, dalam pengalaman panggungnya, lumayan banyak tetapi kondisi yang dihadapi
bukanlah hal-hal seperti yang Inul hadapi. Ayu menghadapi masyarakat Dangdut
yang lebih tenang dan teratur. Dari segi kreatifitas. Inul dalam kreatifitas
penciptaan lagu dapat terbilang baik, Inul aktif mengeluarkan album dan
lagu-lagu sebagai lagu miliknya. Sedangkan Ayu dalam kreatifitas dapat
terbilang agak lambat, karena dalam jangka waktu yang lama, Ayu tetap
mengandalkan lagu Alamat Palsunya saja. Berselang tiga bulan, barulah Ayu
mengeluarkan singel lagu lagi. Perbedaan lainnya adalah konsentrasi, ketika
Inul naik daun, Inul lebih berkonsentrasi pada aktifitas bernyanyi saja.
sedangkan Ayu lebih membaginya ke beberapa kegiatan yang menghasilkan seperti
menjadi presenter, MC, dll.
Kelima,
perbedaan antara kedua Ikon terletak pada fenomena yang ada. Inul menjadi
fenomenas ketika dengan goyang ngebornya, semua orang pada saat itu
berbondong-bondong membeli VCD Inul, sehingga menyebabkan lebih banyak VCD yang
terjual daripada CDnya. Inul terkenal karena ngebornya, selain suara Inul yang
bagus. Jadi Inul dalam audio dan visual lebih menarik diwaktu awal
kesuksesannya. Sedangkan Ayu, dengan Video yang seperti itu, fenomana yang terjadi
ada pada audionya saja. Lagu Ayu dikatakan lucu dan unik, dengan kritertia
suara yang bagus. Penyampaiannya hanya sebatas audio saja. Hal tersebutlah yang
membedakan cara pendistribusian kedua Ikon.
Perbedaan
Kedua Ikon pasti terjadi, hal tersebut dikarenakan kondisi yang berbeda,
kontroversi atas mereka juga berbeda. Walaupun demikian, kedua Ikon tersebut
merupakan sang fenomenal, karena dengan penuh kontroversi yang ada, mereka
tetap dapat bertahan. Bahkan mereka dapat merubah Dangdut dan menghidupkan Dangdut
kembali. Tanpa mereka Musik Dangdut tidaklah berkembang dan disukai lagi
seperti halnya sekarang. Mereka adalah sang Ikon, penggerak dan pembangkit
musik dangdut, “Inul Daratista dan Ayu Tingting”.
D. Daftar Pustaka
Banoe, Pono.
2003 Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius.
Hauser, Arnold.
1974 The
Sociology of Art, Trans. Kenneth J. Northcott (Chicago and London: The
University Press.
University Press.
Heryanto
dalam Yampolsky, Philip, et al.
2006 Perjalanan Kesenian Indonesia Sejak
Kemerdekaan: Perubahan
dalam
Pelaksanaan, Isi dan Profesi. Jakarta: Equinox Publishing Indonesia.
Pelaksanaan, Isi dan Profesi. Jakarta: Equinox Publishing Indonesia.
Rochana W.
Sri.
2010 Tayub
di Blora Jawa Tengah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Soedarsono,
R.M.
2005 Wayang
dan Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa dari masa ke masa. Makalah
kongres kebudayaan Internasional di Yogyakarta
kongres kebudayaan Internasional di Yogyakarta
2002 Seni
Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
University Press
Suseno,
Dharmo Budi.
2005 Dangdut Musik Rakyat. Yogyakarta:
Kreasi Wacana
Turino,
Thomas.
2008 Music as Social Life. Chicago: The University
of Chicago
Press.
Weintraub,
Andrew N.
2010 Dangdut Stories , A Social and Musical History of Indonesia’s
Most Popular
Music. New York: Oxford University Press, inc.
Music. New York: Oxford University Press, inc.
Acara Televisi
Program
Acara Kiss yang ditayangkan di Indosiar pada tanggal 11/12/11 pada jam 15.19
Tabloid
Gaul edisi Oktober 2011
Website
http://ayuting2.blogspot.com diakses
pada tanggal 4 Januari 2012.
www.vivanews.com tentang Ayu Tingting
bergaji 1MIlyar, pada tanggal 29Desember2011 pada jam 12.27
[1]
Program Acara Kiss yang ditayangkan di Indosiar pada tanggal 11/12/11 pada jam
15.19
[3]
Program Acara Kiss yang ditayangkan di Indosiar pada tanggal 11/12/11 pada jam
15.19
[4]
www.vivanews.com tentang Ayu Tingting
bergaji 1MIlyar, pada tanggal 29Desember2011 pada jam 12.27
No comments:
Post a Comment