Tinjauan Kebudayaan
Manusia dalam proses kehidupannya, telah
mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari masa ke masa. Hal tersebut
dikarenakan adanya proses dari penyesuaian yang dilakukan manusia. Manusia pada
hakekatnya membutuhkan makan, adaptasi, berkembang biak, reproduksi dan
beberapa naluri manusia lainnya. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya telah
melakukan banyak adaptasi yang secara tidak sadar sebagai wujud dari
perkembangan, tetapi tidak jarang perkembangan yang ada bersifat perubahan. Hal
tersebut dikarenakan adanya faktor dari dalam dan dari luar. Faktor dari dalam,
ada pada manusia si empunya kehidupan, sedangkan faktor luar seperti halnya
iklim, alam, dan segala faktor di luar manusia. Faktor-faktor tersebut
membutuhkan sebuah proses agar manusia tersebut dapat bertahan dan berkembang.
Tidak jarang proses tersebut memakan retan waktu yang cukup lama. Proses
tersebut merupakan usaha dari manusia dalam mengembangkan dirinya, dan sesuai
dengan insting manusia untuk bertahan hidup. Secara tidak sadar manusia
melakukan proses belajar, dimana nilai yang salah ditinggalkan dan nilai yang
benar digunakan, adanya proses dalam salah dan benar adalah wujud dari belajar.
Ketika proses belajar tersebut bersifat
aman dan bisa digunakan secara pribadi maupun kolektif, maka proses belajar
tersebut berubah menjadi proses belajar bersama. Kebersamaan dalam melakukan
sebuah pakem yang telah dipelajari bersama dan dijadikan sebagai bagian dari
rutinitas merupakan sebuah wujud dari kebudayaan. Sebelum menelaah dan mengkaji
kebudayaan lebih dalam, mengenal kebudayaan menurut harafiah merupakan langkah
awal dalam pengertian konsep kebudayaan itu sendiri. Pada dasarnya kebudayaan
berasal dari bahasa Sansekerta, yang aslinya “Buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang mempunyai
arti budi atau akal. Dalam artian yang lebih luas sebagai budi yang tercipta
dari akal. Budaya sebagai budi yang tercipta dari akal adalah sebuah proses
manusia dalam membentuk kebudayaannya. Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah
proses manusia yang berisikan sebuah tindakan yang menggunakan akal dalam
membentuk sebuah kebudayaan.
Budaya adalah daya dari budi yang berupa
cipta, rasa dan karsa. Manusia dengan akalnya menciptakan cipta, rasa dan
karsa. Dimana ketiga sifat dasar tersebut adalah awal dari segalanya. Ketiga
hal tersebut merupakan bentuk terdalam dari akal dan budi. Menurut
Koentjaraningrat, Manusia sebagai sebuah makhluk hidup mempunyai akal dan budi,
mereka telah mengembangan berbagai macam tindakan dan proses belajar. Dengan
akal budi yang dimiliki manusia, manusia telah membentuk sebuah kebudayaan.
Namun demkian berbagai macam sistem tindakan harus dibiasakan dengan tindakan belajar
sejak lahir hingga mati (1980: 193). Segala tindakan dan proses belajar yang
dibiasakan karena baik adanya tuntutan ataupun tidak merupakan sebuah
kebudayaan. Kebudayaan adalah tindakan yang dituntut secara eksistensinya.
Dimana kebudayaan bila dalam eksistensinya baik, maka kebudayaan tersebut dapat
bertahan.
Sebelum lebih jauh lagi, adapun artian
dari kebudayaan itu sendiri. Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Tindakan
seperti naluri, refleks, dan beberapa tindakan akibat fisiologi dan kelakukan
membabi buta, merupakan tindakan yang tidak membutuhkan belajar. Tetapi dalam
pelaksanaannya tindakan naluri seperti makan minum serta berjalan merupakan
tindakan kebudayaan, karena kesemua hal tersebut membutuhkan belajar sebagai
tindak lanjut (1980:194). Sama halnya dengan yang diutarakan A. Haviland.
Menurut, A Haviland, Kebudayaan adalah sebuah gagasan tindakan yang terkelola
dan hasil karya manusia dari hasil belajar, adanya sebuah proses dari hasil
belajar. Budaya yang tercipta dari pemikiran, gagasan yang terpola dan
terstruktur dan dijadikan nilai bagi kehidupan sehari-hari.
Sedangkan dalam buku Irhomi, Kebudayaan
adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak hanya mengenai
sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih
tinggi atau diinginkan. Setiap masyarkat mempunyai kebudayaan, bagaimanapun
sederhananya kebudayaan itu dan setiap manusia adalah makhluk berbudaya, dalam
arti mengambil bagian dalam suatu kebudayaan. Sebuah kebudayaan, jika para
warga memiliki bersama sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakukan yang
didapat melalui proses belajar (1980:16-20). Dari ketiga definisi kebudayaan
ini, menyimpulkan bahwa tindakan kebudayaan merupakan tindakan yang harus
dibiasakan oleh manusia dengan cara belajar atau Learned Behavior. Sebenarnya dalam definisi kebudayaan itu sendiri
terdiri dari 160 definisi, A.L. Kroeber dan C. Kluchkhohn pernah mengumpulkan
160 definisi kebudayaan, setelah itu mereka menganalisa, melihat latar
belakang, prinsip dan inti dari definisi, kemudian setelah itu, mereka
mengklasifikasikan kebudyaan dalam beberapa tipe definisi. Banyaknya definisi
kebudayaan terjadi karena adanya perbedaan kebudayaan itu sendiri di masing-masing
daerah. Sehingga beragamnya definisi kebudayaan sudah barang tentu terjadi.
Tetapi dalam artian tetaplah satu.
Manusia sebagai suatu makhluk sosial
tidaklah dapat hidup sendiri, mereka lebih cenderung berkumpul membentuk sebuah
kelompok, hingga membentuk sebuah masyarakat. Dalam artiannya masyarakat
merupakan suatu kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalan
bahasa sehari-hari. Masyarakat adalam sekumpulan manusia yang saling bergaul,
atau dengan istilah ilmiah saling berinterkasi. Masyarakat adalah kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu
yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Terkadang dalam sebuah masyarakat adanya pengaturan harus tertata, walaupun
terikat dalam suatu rasa kebersamaan, sebuah pengaturan sangat penting dalam
kehidupan masyarakat.
Pengaturan tersebut adalah norma, norma
yang berupa aturan-aturan untuk bertindak bersifat khusus, sedangkan
perumusannya biasanya bersifat amat terperinci, jelas, tegas, dan tak
meragukan. Dalam pengaturannya dan hasil belajar, setiap masyarakat mempunyai
sejumlah pranata dalam mengatur kehidupannnya. Norma dalam satuan pranata dan
sub pranata telah saling berkaitan satu dengan yang lain, dan hasil dari
integrasi. Norma menciptakan adat istiadat dan tata cara. Sedangkan pranata
adalah pranata, dari aktifitas manusia yang terjadi banyak tindakan interaksi
antar individu dalam rangka kehidupan masyarakat, diatara semua tindakannya
yang berpola tadi perlu diadakan perbedaan antara tindakan-tindakan yang
dilaksanakan menurut pola-pola yang tidak resmi. Sistem-sistem yang menjadi
wacana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut
pola-pola resmi. Pengaturan dalam masyarkaat membentuk kebudayaan tetap
terjaga.
Sebagai sebuah proses belajar yang
menjadi rutinitas, kebudayaan memiliki wujud dalam pelaksanaannya. JJ Honingman
dalam buku The World of Man menjelaskan bahwa wujud dari kebudayaan terbagi
menjadi 3 wujud, yakni,
- Wujud kebudayaan sebagai suatu compleks dari ide-ide, gagasan, nilai norma, peraturan.
Merupakan sebuah
ideal dari kebudayaan yang bersifat abstrak, wujud ini tak dapat diraba atau
difoto. Ide dan gagasan hidup bersama
suatu masyarakat dan telah menjadi sistem.
- Wujud kebudayaan sebagai suatu compleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Merupakan sistem
sisoal mengenai tindakan berpola dari manusia, sistem sosial terdiri dari
aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul antar
masyarakat, yang diatur menurut pola tertentu. Sistem sosial bersifat kongkret,
terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto serta
didokumentasikan.
- Wujud kebudayaa sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Merupakan sebuah
kebudayaan fisik, rangkaian total dari hasil fisik aktifitas, perbuatan dan
karya semua manusia dalam masyarakat. Dalam sifat menjadi sesuatu yang paling
kongkret karena dapat diraba, dilihat dan difoto (11-12)
Ketiga
wujud kebudayaan ini merupakan hasil dari proses belajar manusia, dimana
terdapat gagasan dan ide, seperti halnya peraturan atau norma sebagai proses
belajar manusia atas sebuah keteraturan tertentu. Adapun aktifitas sosial yang
lebih kongkret, dimana seperti halnya ronda, aktifitas merupakan sebuah
kebudayaan. Adapun wujud yang paling nyata, yaitu dalam bentuk benda dan hasil
karya. Wujud ini merupakan sebuah proses kebudayaan.
Dalam setiap kebudayaan, adapun
unsur-unsur dari kebudayaan yang dimiliki masyarakat yang diyakini sebagai
bagian dari sebuah kebudayaan. Walaupun adanya perbedaan faktor internal dan
eksternal dari suatu masyarakat, kebudayaan pada dasarnya tetap kembali kepada
unsur-unsur kebudayaan ini. Unsur kebudayaan ini dikenal dengan Cultural Universal. Dalam bentuknya,
kebudayaan dapat dikategorikan pada tujuh unsure, yaitu:
- Bahasa
- Pengetahuan
- Sistem kekerabatan
- Teknologi
- Mata Pencaharian
- Kesenian
- Religi
Ketujuh
unsur kebudayaan ini telah diaplikasikan di seluruh dunia dalam melihat sisi
kebudayaan. Kebudayaan pada sebuah daerah, dapat dibongkar secara keseluruhan
ketika menggunakan ketujuh unsur kebudayaan ini. Dalam sebuah daerah,
unsur-unsur bahasa, pengetahuan, sistem kekerabatan, teknologi, mata
pencaharian, kesenian dan religi pasti dimiliki oleh setiap kebudayaan. Adanya
kelompok masyarakat, kelompok kebudayaan memiliki ketujuh unsur ini.
Ketujuh unsur ini sangat mengontrol
masyarakatnya dalam keberlangsungan hidupnya. Adanya unsure bahasa sebagai alat
komunikasi satu sama lain, pengetahuan lokal yang digunakan karena adanya proses
adaptasi, sistem kekerabatan antara manusia satu dengan manusia lainnya dapat
digambarkan pada sistem kekerabatan, teknologi yang diciptakan sebagai proses
pemenuhan kebutuhan atau lainnya, mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan
manusia sebagai individu juga sebagai masyarakat, kesenian sebagai ucapan
syukur, kesenian pada awalnya sangat berhubungan dengan religi, religi sebagai
kepercayaan masyarakat akan sesuatu yang lebih besar, yang mengontrol
masyarakat. Tetapi tidak dipungkiri, dengan berkembangnya zaman, ketujuh unsure
kebudayaan dapat sewaktu-waktu bertambah atau berubah sesuai dengan
perkembangan zaman yang ada.
Kebudayaan dalam perkembangannya telah
mengalami banyak proses, seperti halnya evolusi, inovasi, difusi, migrasi,
asimilasi, sosialisasi, enkulturasi, dan akulturasi. Adanya perubahan yang
terjadi disesuaikan dengan penyebab faktor perubahan itu sendiri. Tetapi
biasanya dalam sebuah kebudayaan perubahan-perubahan ini terjadi karena
faktor-faktor perubahan. Terkadang sistem evolusi terjadi karena perkembangan
zaman, kebosanan dengan konsep lama, makin kritisnya manusia atau perubahan
konsep sehingga menuntut adaptasi terjadi. Beda halnya dengan difusi, difusi
dalam konteks sosial budaya diartikan sebagai penyebaran unsur-unsur kebudayaan
ke seluruh dunia. Difusi dan migrasi merupakan satu kesatuan, dimana difusi dan
migrasi terjadi bersamaan, dan hal tersebut tidak dapat dielakan. Dalam
perkembangan dunia yang lebih maju, difusi terjadi tidak harus dengan
perpindahan kelompok, tetapi lewat komunikasi dan teknologi dapat terjadi.
Difusi merupakan persebaran dari umat manusia, seperti halnya merekonstruksi
perkembangan budaya.
Pada dasarnya ketika evolusi kebudayaan
terjadi memungkinkan adanya migrasi bagi masyarakat yang tidak dapat bertahan
dalam evolusi yang terjadi. Migrasi-migrasi ini pada awalnya memang tidak
disengaja melakukan difusi. Adanya romantisme antara manusia dengan
kebudayaannya terkadang menimbulkan kebudayaannya pada ruang tertentu. Tetapi
bila ekspansi dilakukan, migrasi besar-besar dilakukan menuju ke sebuah tempat
yang tidak berpenghuni, kelompok tersebut jelas melakukan difusi, difusi
merupakan persebaran kebudayaan. Ketika sebuah tempat tidak berpenghuni difusi
dapat terlaksana dengan baik dan benar, tetapi ketika difusi dan migrasi
dilakukan ke sebuah tempat masyarakat yang berpenduduk, hal tersebut akan
sulit, akan timbul ketegangan. Penduduk asli sebagai warga lokal yang mempunyai
tanah, mempunyai kekuasaan yang lebih besar dibanding masyarakat yang
bermigrasi dan berdifusi. Tetapi tidak dipungkiri difusi kebudayaan terjadi
dalam jangkauan yang sangat luas, sebagai contoh, Agama Hindu, dahulu hanya
berkembang di India, tetapi difusi besar-besaran dilakukan, dan bekas kekayaan
hindu tersiar dimana-mana. Adanya bukti dari difusi terjadi.
Bila halnya suatu daerah telah
berpenghuni, difusi sebagai persebaran budaya mengalami hal yang sulit, dimana
penyebaran budaya bisa dilakukan dengan cara asimilasi atau akulturasi. Karena
pada dasarnya, setiap daerah, setiap lokasi mempunyai masing-masing kebudayaan.
Setiap daerah mempunyai kebudayaan, baik kebuyudayaan yang rumit atau
kebudayaan yang sederhana. Tetapi pada dasarnya tetap saja pada sebuah daerah
mempunyai kebudayaan. Maka dari itu, bila halnya telah ada kebudayaan pada sebuah
daerah, adanya difusi dan migrasi. Sebuah kebudayaan yang satu dengan yang lain
akan berbenturan, dan tidak jarang akan timbul gesekan-gesakan kebudayaan
bahkan perang sekalipun. Difusi tidak dapat dilakukan sembarangan, tidak dapat
seenaknya melakukan difusi terhadap sebuah daerah. Ekspansi sekalipun, tidak
akan terjadi difusi dengan mudah di sebuah daerah. Adanya gesekan, karena
gesekan adalah hal yang lazim ketika, antara kedua atau lebih kebudayaan
bertemu.
Adapun cara-cara yang dianggap jalan
tengah dari kebudayaan baru di sebuah daerah yang baru. Adanya asimilasi dan
akulturasi. Asimilasi adalah percampuran budaya dengan cara meninggalkan sebuah
kebudayaan yang satu, dan mengikuti kebudayaan yang lebih dominan, biasanya hal
tersebut ditentukan, penduduk di daerah tersebut, masuknya kebudayaan dengan
cara seperti apa, kebudayaan tersebut tidak jauh berbeda, kebudayaan tersebut
menguntungkan penduduk. Asimiliasi terjadi ketika kebudayaan yang satu dengan
yang lain lebih dominan, dan kebudayaan yang lama lebih merugikan. Adapun
contoh dari asimiliasi, seperti halnya Amerika Serikat, Negara Adidaya ini
melakukan difusi besar-besaran dari tanah Inggris dan sekitarnya. Adanya
evolusi kebudayaan membuat penduduk ingin lebih bebas dan mencari tempat baru,
maka itu mereka mencari daerah baru, yakni Amerika Serikat. Setelah sampai,
Migrasi dan difusi besar-besaran terjadi. Kebudayaan lama hilang begitu saja,
padahal terdapat penduduk asli masyarakat Amerika, yaitu suku Indian. Dalam
kasus ini terjadi pembantaian dan pengusiran besar-besaran terhadap penduduk
Indian yang tidak mau mengikuti tata cara dari Kebudayaan baru ini. Akhirnya
kebudayaan baru menindas kebudayaan lama. Adapun contoh asimilasi lainnya,
dimana pada sebuah kebudayaan, terdapat penduduk yang sedikit, penduduk pada
kebudayaan baru tersebut lebih banyak, maka kebudayaan baru lebih dominan
ketimbang kebudayaan lama, akhirnya kebudayaan lama habis, dan kebudayaan baru
tersebut menjadi kebudayaan bersama.
Selain asimilasi, adapun usaha lainnya dalam
difusi kebudayaan, atau dalam masuknya kebudayaan baru, yakni akulturasi.
Akulturasi merupakan jalan tengah dari sebuah gesekan kebudayaan yang paling
aman terhadap gesekan tersebut, tetapi esensi sebuah kebudayaan akan berkurang,
karena sejatinya tidak ada keaslian dalam kebudayaan tersebut, bila dilihat
pada akhirnya. Akulturasi adalah sebuah proses dimana adanya penggabungan dari
kebudayaan lama di suatu tempat dan kebudayaan baru pada tempat tersebut.
Sehingga tidak adanya gesekan yang terlalu besar ketika antara kebudayaan
saling bertemu. Akulturasi terkadang dianggap sebagai jalan tengah yang paling
aman. Akulturasi tidak memaksakan sebuah kebudayaan harus diterima seluruhnya,
mengingat setiap daerah mempunyai kebudayaan asli. Akulturasi dalam praktek
kebudayaan sering kali terjadi, dan menjadi proses dari kebudayaan yang paling
sering dilakukan.
Contohnya, adalah ketika Agama masuk,
setiap daerah telah mempunyai kepercayaan masing-masing, dan kepercayaan
tersebut menjaga keseimbangan kehidupan pada masyarakat tersebut. Kepercayaan
telah menjadi kebudayaan bagi mereka, turun menurun dan menjadi tradisi. Tetapi
ketika adanya Agama, baik keseluruhan agama tersebut. Agama tersebut
menggunakan cara akulturasi pada awalnya, mereka tidak bisa memaksakana agamanya
yang paling benar, dan mengatakan agama lainnya adalah salah. Mereka mulai
memasukan nilai-nilai agama yang mereka punya kedalam kepercayaan-kepercayaan
lokal, sedikit-sedikit mereka memasukan nilai agama yang ada. Ketika nilai pada
agama mulai kuat maka satu persatu agama tersebut muncul tetapi tidak
menghapuskan keseluruhan dari kepercayaan yang ada, kepercayaan yang ada tetap
digunakan tetapi tujuannya lebih diperluas. Hal tersebut terjadi pada
Agama-Agama sekarang ini. Ketika Missionaris datang untuk menyebarkan Agama
Katolik, mereka tidak dapat langsung memaksakan sebuah kebudayaan pada daerah
yang baru, mereka menggunakan cara yang halus dan pelan. Mereka tetap melihat
kepercayaan yang ada, bila halnya dijawa, seperti ritual pun tetap ada, seperti
selametan, tetap digunakan, tetapi Agama masuk, ketika agama tersebut sudah
kuat dan penduduk telah merasakan manfaat baik. Maka Agama tersebut berdiri.
Agama dan Kepercayaan diakulturasikan pada sebuah daerah. Sama dengan halnya
Islam, ketika pendatang dan penyebar Agama Islam datang, kepercayaan telah
mereka punya. Mereka lakukan akulturasi dengan kepercayaan yang ada, dan
munculah Islam Lokal, dsb. Akulturasi merupakan jalan tengah dalam melakukan
difusi, bentuk Agama berkurang tetapi tidak dengan esensinya.
Setiap daerah pada dasarnya memiliki
kebudayaan, mereka telah melakukan tindakan, proses belajar, dan adaptasi
terbaik dari penduduk. Tindakan dan hasil belajar tersebut dilakukan setiap
saat, sehingga telah terpatri dalam sebuah masyarakat, itu yang dinamakan
kebudayaan. Ketika setiap daerah mempunyai kebudyaan masing-masing, adapaun
unsur kebudayaan tersebut. Unsure kebudayaan pada suatu daerah dengan daerah
yang lain, jauhlah berbeda. Bila daerah yang satu mempunyai bahasa atau
kesenian, akan berbeda dengan budaya yang lain, bahasa dan kesenian pun berbeda
antara satu dengan yang lain. Maka itu dunia sangat kaya akan kebudayaan. Lalu,
ketika adanya perasaan dominan daripada kebudayaan lain, atau halnya kebudayaan
tersebut terlalu mengkekang, maka akan terjadi migrasi. Migrasi dan difusi jadi
dapat dilakukan karena adanya keinginan menambahkan daerah kekuasaan atau
terjadi karena kebosanan. Difusi terjadi pada sebuah daerah baru. Bila halnya
difusi terjadi pada sebuah daerah yang tidak berpenduduk, itu tidak jadi
masalah. Tetapi ketika kebudayaan datang pada daerah yang telah mempunyai
kebudayaan, itu yang menjadi masalah. Adapun usaha dalam melakukan persebaran
kebudayaan, adanya asimilasi dan akulturasi. Hal tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan dari penyebaran kebudayaan tersebut.
Adapun contoh besar, yakni, ketika
Bangsa Barat mengatakan Bangsa timur masih dalam pola primitf, terjadi
ekspansi, dan difusi yang mereka lakukan dalam mengembangkan daerahnya atau
kejayaan semata. Tibalah Bangsa Barat di daerah Timur, mereka melakukan difusi,
baik dengan menggunakan asimilasi atau akulturasi. Hal tersebut disesuaikan
dengan penduduk asal dari sebuah daerah. Sehingga tidak sedikit kebudayaan
barat yang ada pada timur. Seperti halnya penyebaran Agama, teknologi, mata
pencaharian. Tetap ada yang tersisa. Adanya awal niatan dalam ekspansi, lalu
melakukan difusi serta migrasi. Bila hanya telah ada kebudayaan yang ada pada
suatu daerah, adanya asimilasi atau akulturasi sebagai jalan tengah dari
masuknya kebudayaan baru ke kebudayaan lama. Kebudayaan ada pada seluruh
tempat, tetapi difusi selalu terjadi sehingga banyak kebudayaan lokal yang
terkikis dan habis. Sehingga hanya tersisa kebudayaan-kebudayaan yang ada pada sekarang ini. Kebudayaan dari
hasil proses belajar, baik proses belajar yang muncul dari masyarakat itu
sendiri ataupun penyebaran kebudayaan.
Kepustakaan
Irhomi,
T.O. (ed.)
1980 Pokok-Pokok Antropologi Budaya,
Jakarta: Gramedia
Kaplan,
David.
2002 Teori
Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Koentjaraningrat.
1980 Pengantar
Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru.
1987 Sejarah
Teori Antropologi 1, Jakarta: UI Press.
1996 Pengantar Antropologi 1,
Jakarta: Rineka Cipta.
No comments:
Post a Comment