Tuesday, October 16, 2012

Potret Pendidikan Nek Sawak


Tema : Pendidikan
MHBR
Potret Pendidikan Nek Sawak

Pendahuluan
Pendidikan merupakan hal utama dalam sebuah kehidupan, dimana pendidikan akan sangat berperan dalam kehidupan manusia. Pendidikan itu sendiri merupakan penanaman pengetahuan, keterampilan dan sikap pada masing-masing generasi dengan menggunakan pranata-pranata, seperti sekolah- sekolah yang sengaja diciptakan untuk tujuan tersebut (Imran Manan, 1989:9). Sekolah sebagai fasilitas untuk mendapatkan pendidikan harus dapat didistribusikan ke setiap masyarakat. Setiap manusia pun pada dasarnya berhak untuk mendapatkan pendidikan yang sama, pendidikan diperuntukan untuk segenap lapisan masyarakat. Hal tersebut lah yang mendorong pendidikan harus ditegakan, pendidikan sebagai fasilitas dan setiap manusia mempunyai hak andil yang sama dalam pendidikan. Hak dalam pendidikan pun termasuk dalam nilai-nilai UUD 1945 serta amandemennya. Indonesia mempunyai dasar negara yaitu UUD 1945 tersebut, maka itu hak dalam pendidikan seharunya telah merata di segala penjuru Indonesia.
Negara dituntut dan merupakan sebuah kewajiban untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dengan cara menyediakan pendidikan untuk masyarakat. Pendidikan  merupakan kontrol bagi masyarakat dalam kehidupannya. Menurut L. White, Pendidikan merupakan alat yang digunakan masyarakat dalam melaksanakan kegiatannya sendiri, dalam mengejar tujuannya. Demikianlah, selama masa damai, masyarakat dididik untuk damai, tapi bila bangsa sedang berperang, masyarakat mendidik anggotanya untuk berperang.. Bukan masyarakat yang mengontrol kebudyaan melalui pendidikan, malah sebaliknya, pendidikan, formal dan informal merupakan sebuah proses yang membawa tiap-tiap generasi baru ke bawah pengontrolan sistem budaya (Leslie A. White. 1955:345). Pendidikan sangat berperan penuh dalam kehidupan, mencerdaskan bangsa merupakan kontrol dari sebuah negara kepada masyarakatnya. Dengan masyarakat yang berpendidikan negara akan lebih terkontrol.
Pendidikan merupakan jalan tengah terbaik dalam memperbaiki kehidupan, dengan pendidikan semua orang bisa melakukan apa pun. pendidikan serta merta membantu masyarakat menjadii pribadi yang lebih baik dan terkontrol. Menurut Komisi Unesco[1], pendidikan sangat memainkan peranan fundalmental dalam pembangunan pribadi dan sosial (Jacques Et Al Delors.1999:13). Pendidikan memang merupakan sistem yang akan membangun pribadi dari yang dididiknya dan sosial akan terus berubah karena faktor pendidikan tersebut. Pendidikan merupakan nilai yang lebih mahal dibandingkan dari nilai apa pun, karena pendidikan dapat memberikan sebuah tantanan baru yan lebih baik dalam kehidupan. Pendidikan merupakan jembatan untuk kearah yang lebih baik.
Bagi Harold Pendidikan sangat berarti untuk masa depan, karena pendidikan merupakan suatu proses perbaikan pengetahuan dan keterampilan serta suatu alat istimewa untuk pembangunan pribadi serta hubungan-hubungan antar individu, kelompok- kelopmpok dan bangsa- bangsa. Secara potensial pendidikan dapat memberikan masa depan yang baik, karena menurut Harold, Pendidikan merupakan cara yang mapan untuk memperkenalkan pelajar kepada keputusan sosial yang timbul, pendidikan dapat dipakai untuk menganggulangi masalah-masalah tertentu, pendidikan memperlihatkan kemampuan untuk menerima dan mengimplementasikan alternative-alternatif baru dan pendidikan merupakan cara yang terbaik yang dapat ditempuh masyarakat untuk membimbing perkembangan masnusia sehingga pelajra tersebut terdorong untuk mermberikan kontribusi kebudayaan pada hari esok ( Harold G Shane.1984:40). Selain pendidikan menjadi jembatan untuk diri tetapi dalam lingkup yang besar bila masyarakat sudah berpendidikan maka akan menjembatani negara kearah yang lebih baik lagi. Pendidikan akan mengantarkan manusia ke tahap manusia yang lebih beradab, dengan pendidikan masyarkat akan dapat menyelsaikan sebuah permasalahan dengan lebih baik.
            Bila kita melihat ke beberapa tahun yang lalu, pendidikan masih merupakan sebuah PR (pekerjaan rumah) tersendiri bagi negara, pendidikan pada masa itu bukanlah hal yang utama yang diperhatikan pemerintah, Negara tidak menyadari bahwa peran pendidikan yang sangat penting. Tetapi setelah banyaknya kritik dan pergerakan yang memperjuangkan pendidikan di Indonesia sebagai suatu asset yang berguna, maka pendidikan berangsur-angsur membaik. Pendidikan kini makin diperhitungkan untuk memperbaiki nasib bangsa. Segala hal di dunia kontemporer ini sering dikaitkan dengan pendidikan, seperti teknologi, dll. Pendidikan merupakan asset jangka panjang yang dipunya sebuah negara untuk para generasi penerus bangsa.
            Pendidikan juga merupakan sebagai cerminan sebuah negara dalam perkembangannya. Sekarang ini perbandingan sebuah negara dapat dikatakan maju atau berkembang dapat dikatikan lagi kepada pendidikan. Bagi mereka negara yang mempunyai pendidikan yang baik yang dapat mencerdasakan masyarakatnya maka akan berkembang dan maju, tetapi bila sebaliknya maka negara akan selalu tertinggal. Pada umumnya hal yang paling mendasari untuk membangun pendidikan adalah kemauan dari negara itu sendiri, ketika sebuah negara sudah berkeinginan dan berkonsentrasi dalam membangun pendidikan maka pendidikan dapat bangun dan dapat diunggulkan. Indonesia dalam tahap ini sedang mengalami keterlambatan untuk bangun, tetapi sekarang ini Indonesia telah mengalami kesadaran untuk pendidikan, hal tersebut didukung dengan banyaknya program pemerintah dalam mempertanggung jawabkan para generasi penerus bangsa untuk tetap dalam jalur pendidikan.
            Pendidikan bukan merupakan perkara yang kecil, karena pendidikan bukan hal yang simpel, pendidikan merupakan sesuatu perkara yang beruntun. Pendidikan bukan hanya membicarakan tentang pendidikan itu sendiri tetapi bagaimana untuk memperbaiki pendidikan itu sendiri, dan pendidikan berhubungan dengan fasilitas dan kualitas dari pendidikan itu sendiri, perombakan program banyak dilakukan, seperti program pendidikan yang telah diajukan serta diberlakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional tentang Progtam belajar 9 tahun yang telah diberlangsungkan. Serta program SD yang telah disiarkan ke segala penjuru sekolah di Indonesia.
            Potrait dari pendidikan Indonesia dapat dilihat dari beberapa film buatan Indonesia, seperti Laskar Pelangi, Denias, kedua film yang berdurasi 2 jam hingga 3 jam tersebut menceritakan bagaimana pendidikan di Indonesia di masa lampau, kurangnya pendidikan yang pantas untuk mereka yang tidak mempunyai biaya, sedangkan pendidikan yang baik diperuntukan untuk mereka yang mempunyai uang. Adanya kesenjangan pendidikan antara si kaya dan si miskin sangat terjadi di awal perkembangan pendidikan. Hal tersebut juga sudah terwujud ketika masa penjajahan dimana masyarakat biasa tidak dapat bersekolah dengan mereka para kaum ningrat, kaum kaya. Telah terjadi kesenjangan yang terus diberlakukan. Maka itu sekarang ini pendidikan memulai untuk memulihkan itu semua walaupun hal tersebut belum 100% dapat diwujudkan.
            Pendidikan berhubungan dengan fasilitas dan kualitas dari pendidikan itu sendiri, kualitas pendidikan harus dapat diandalkan, serta fasilitas dari pendidikan itu sendiri juga harus membantu pendidikan untuk tetap berkualitas, karena mau tidak mau kedua hal tersebut sangat berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Fasilitas berhubungan dengan semua hal yang membantu keberlangsungan pendidikan itu tersebut, seperti buku, meja, peralatan sekolah, bila sudah adanya fasilitas yang memadai niscaya kualitas sang pendidikan berangsur-angsur membaik. Selain fasilitas, peran yang paling penting adalah peran dari guru, guru yang menentukan bagaimana kualitas dan fasilitas digunakan sebaik- baiknya. Peran guru merupakan peran paling utama dalam pendidikan. Guru yang berkualitas atau sedang mengusahakan kualitas tersebut akan membuat pendidikan berkualitas. Selain guru yang paling terpenting adalah murid, bila murid mempunyai kemauan yang dalam maka pendidikan akan semakin baik. Bila adanya kemauan maka akan ada jalan, bila ada kemauan untuk belajar maka akan ada jalan untuk pendidikan yang baik.
            Masalah pendidikan di Indonesia bukah hal yang kecil, pendidikan di Indonesia merupakan hal yang rumit. Masalah pendidikan tersebar di seluruh penjuru wilayah di Indonesia, mungkin bila dikatakan untuk mereka yang berada di kota besar atau ibukota masalah pendidikan sudah bisa teratasi, dapat kita ambil contoh Jakarta, pendidikan di Jakarta sudah dapat dikatakan baik, karena semua sudah terlengkapi, Ibukota mempunyai porsi yang lebih besar dalam mendapatkan segala hal. Hal tersebut juga terjadi di beberapa kota-kota besar lainnya, Kota besar biasanya mempunyai porsi yang besar juga dalam pembangunan, dan pembangunan pendidikan juga mempunyai porsi yang besar. Tetapi bagi mereka yang berada di kota kecil dan kurangnya pembangunan, pendidikan tidaklah baik, pendidikan masih sangat kurang untuk daerah-daerah tersebut.
Sebagian orang memang menilai adanya ketidakmerataan pembangunan, ketidak merataan pendidikan di Indonesia, kota kecil hanya menikmati porsi yang kecil, daerah kecil hanya memperolah porsi yang kecil juga. Makin krtisinya pendidikan di kota kecil disebabkan hal krusial tersebut. Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa sistem pendidikan tak ayal membawa konsekuensi logis, yaitu bahwa kualitas atau mutu serta keberlangsungan pendidikan di Indonesia sangat bergantung pada kondisi geografis, kekayaan budaya local, kesiapan dan kualitas sumber daya manusia serta kesiapan dana daerah atau dana alokasi umum (Aulia Rewa Bastian.2002:XV). Itulah yang terkadang dilupakan masyarakat, dimana kurangnya sentuhan pendidikan karena semata-mata keterbatasan dari negara juga.
            Dalam buku Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan karya Tjilik Riwut, pendidikan di Kalimantan selalu dibelakangkan, menurut istilah orang-orang tua bahari: “Kalimantan te Baya Ingkes Eka Oloh Are Malauk”, yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah Kalimantan itu cuma disimpan untuk tempat orang mencari ikan (Bahasa Banjar). Dari dahulu Kalimantan memang dilupakan karena sekolah pada masa itu pun sedikit sekali, hal itu sudah terjadi sejak masa kolonial. Setelah Indonesia merdeka, pendidikan mulai masuk dan menyebar, tetapi masih saja daeran pelosok masih kesulitan untuk mengakses pendidikan ( Tjilik Riwut, 2007:50). Permasalahan centralisasi pendidikan merebak di seluruh penjuru Indonesia, bagi mereka yang berada di kota besar memang sangat beruntunglah mereka, tetapi bagaimana bagi para mereka yang berada di daerah terpencil. Maka itu dalam pembahasan ini saya ingin membahas tentang bagaimana pendidikan di daerah terpencil dan bukan di daerah jawa.
            Penelitian tentang pendidikan ini dilakukan di Kalimantan Timur. Penelitain ini dilakukan berbarengan dengan program TPL untuk angkatan 2008 yang berkerja sama dengan beberapa pihak, seperti Canada dan Belanda. Sekitar 60 orang mahasiswa yang terdiri dari S1 Antropologi, S2 Antropologi, S1 Ekonomi, S1 Sosial politik, beberapa mahasiswa Canada dan mahasiswa Belanda. Penelitian yang dilakukan berhubungan dengan para masyarakat kelapa sawit. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 1 Juli hingga 31 Juli 2010. Sekitar 1 bulan kurang kami harus melakukan penelitian berdasarkan tema-tema yang diangkat. Kami yang berjumlah 60 orang dibagi kebeberapa tempat dan 1 tempat beranggotakan 3 orang saja. Kami yang ber 3 orang disemua tempat melakukan penelitian sesuai dengan daerah yang dihadapi masing-masing. Daerah penelitian ini berada di Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Tempat penelitian dilakukan di sebuah dusun-dusun terpencil di sepanjang sungai Buayan dan beberapa tempat sekitarnya.
            Saya bersama dengan seorang mahasiswa fisipol, dan mahasiswa yang berasal dari Canada bertempatkan di daerah Nek Sawak, sebuah daerah di kelurahan Pampang Dua. Daerah tersebut bukanlah daerah yang kecil, daerah tersebut sangat luas terdiri dari 240 KK yang dipisahkan dengan sebuah aliran sungai. Daerah Nek sawak merupakan daerah yang besar, bila ditelaah lebih lanjut, daerah tersebut sudah tidak pantas lagi disebut menjadi sebuah dusun tetapi menjadi sebuah desa. Nek sawak dalam bidang ekonomi masih mengandalkan 2 aspek penting yaitu Kelapa sawit dan karet. Kedua hal tersebut yang masih menguatkan ekonomi untuk para keluarga di Nek Sawak. Nek Sawak merupakan masyarakat yang bersuku Dayak Desa dan Kancing, dan Dayak tersebut termasuk Dayak Klemantan atau Dayak Darat (Tjilik Riwut, 2007:271).
Di daerah Nek Sawak inilah saya melakukan penelitian dan mencoba menguak tentang pendidikan di daerah Nek Sawak tersebut. Dalam penelitian ini tema yang saya ajukan adalah tentang pendidikan, tetapi tema yang lebih mendalam adalah Pendidikan bagi kelas bawah, pendidikan untuk mereka yang mempuyai sumber daya terbatas. Pertanyaan yang paling mendasar untuk pendidikan di Nek Sawak adalah, Bagaimana posisi pendidikan sebagai investasi manusia jangka panjang di dalam skala prioritas penggunaan sumber daya ekonomi yang terbatas di kalangan petani lapis bawah Nek Sawah.

Pembahasan
            Untuk membahas pertanyaan dan mengungkap sisi pendidikan Nek Sawak maka saya akan mulai mencoba menjabarkan nilai-nilai yang dapat menjelaskan pendidikan di Nek Sawak. Pada dasarnya fasilitas pendidikan yang ada di Nek Sawak hanya hingga tingkat SD saja, maka itu saya akan mengupas dahulu tentang fasilitas yang tersedia yaitu SD Negeri 11 Nek Sawak.
            SDN 11 Nek Sawak, itulah nama dari SD Negeri yang terletak di daerah Nek Sawak. SDN 11 Nek Sawak terletak bukan di Nek Sawak, tetapi terletak di Landau, daerah di sebrang Nek Sawak[2]. SDN 11 Nek Sawak yang terletak di Landau, hal tersebut terjadi dikarenakan sudah tidak adanya lahan kosong atau lahan yang dapat digunakan untuk menjadi sebuah SD di Nek Sawak, maka itu daerah terdekat yang masih mempunyai lahan kosong adalah Landau, tetapi penggunaan nama tetap menggunakan nama Nek Sawak. Pembuatan SD merupakan usaha masyarakat untuk memperjuangkan pendidikan terhadap pemerintah, maka itu Nek Sawak mendapatkan sebuah SD, dan pengesahan nama adalah SDN 11 Nek Sawak. SDN 11 Nek Sawak bukanlah SD yang baru dibuat, SDN 11 Nek Sawak telah ada sejak Bp. Aden (Kadus) lahir, Bp. Aden lahir pada tahun 1972, dan dia juga bersekolah di SDN 11 Nek Sawak, berarti dapat disimpulkan bahwa SDN 11 Nek Sawak telah berdiri sejak tahun 1977-1978. Hal tersebut juga didukung oleh perkataan Ibu Kepala Sekolah yang menjabat sekarang ini, bahwa sekolah telah ada sejak tahun 1977- 1978.
            Sekarang ini SDN 11 Nek Sawak dipimpin oleh seorang Ibu Kepala Sekolah, Ibu Kepala sekolah tersebut bernama Ibu Dominika, tetapi Ibu Dominika lebih populer dengan panggilan Ibu Doyek. Ibu Doyek telah mengabdikan dirinya untuk mengajar SDN 11 Nek Sawak sejak 26 tahun yang lalu. Dapat dilihat bahwa dia sudah mulai mengajar sejak dahulu. Sewaktu dia pertama mengajar dia tidaklah langsung menjadi kepala sekolah, dia hanya menjadi seorang guru biasa, dimana pada saat itu hanya tersedia 3 guru dan 1 kepala sekolah. Tetapi pada saat itu sang kepala sekolah sering tidak hadir dalam mengajar dan masa sekolah, itu semua dikarenakan kepala sekolah pada saat itu bukanlah orang asli Nek Sawak atau Landau, tetapi orang dari luar. Seiring dengan waktu, semua pun berubah, pengajar yang hanya berjumlah 3 orang saja telah menjadi 6 orang.
Enam pengajar tersebut lah yang sekarang selalu datang untuk mengajar siswa SDN 11 Nek Sawak. Jumlah dari 6 pengajar tersebut termasuk seorang kepala sekolah, dan Ibu Doyek lah yang dahulu hanya seorang guru menjadi seorang kepala sekolah. Guru di SDN 11 berjumlah 6 orang, PNS berjumlah 3 orang, guru titipan berjumlah 1 orang, dan ditambah 2 guru honorer. Keenam guru tersebut tidaklah berasal dari luar daerah tersebut, semua tinggal di daerah Nek Sawak, Landau, Tanjung Iman. Sehingga guru akan selalu masuk untuk mendidik anak-anak muridnya. Seorang  pengajar di SD tersebut bertanggung jawab untuk 1 kelas dalam keberlangsungannya. Di tiap kelas terdapat 9 mata pelajaran, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Mulok, SBK, Penjaskes, PKN, Agama. Agama disini mengajarkan 3 agama, Katolik, Kristen, Islam. Guru bertanggung jawab pada 1 kelas dan otomatis bertanggung jawab pada 9 mata pelajaran untuk diajarkan. Untuk para murid tiap hari mereka diberikan tugas atau pekerjaan rumah oleh pihak sekolah untuk membantu para murid lebih mengerti pelajaran yang telah diberikan. Penggunaan bahasa  pada umumnya hanya kelas 1 saja yang masih menggunakan bahasa desa karena masih pada tahap pengenalan, jadi dalam ajarannya dengan menggunakan bahasa desa serta mengenalkan bahasa indonesia.
Sama seperti di tiap sekolah, dalam tiap 1 tahun ajaran terdapat 2 semester. Nilai akhir berasal dari nilai harian dan nilai semester. Nilai harian sifatnya hanya membantu nilai semester. Kerajinan, kerapihan, kebersihan ikut membantu nilai semester si anak. Segala sistem dan pelajaran, mereka mengikuti sistem dari dinas pendidikan. Untuk pemakaian seragam, pada hari senin dan selasa menggunakan seragam putih merah, pada hari rabu dan kamis menggunakan seragam batik, sedangkan pada hari jum’at menggunakan seragam olahraga, dan pada hari sabtu menggunakan seragam pramuka. Keberadaannya yang jauh dari pusat kota membuat sistem sekolah agak berubah, siswa diizinkan menggunakan sandal bila sepatu sekolah mereka basah atau rusak. Penerimaan rapot berbeda dari sekolah pada umumnya, rapot akan langsung diberikan kepada murid saja tidak melalui orang tua murid. Biasanya sebelum ujian akan diselenggarakan rapat kelas dan akan mengundang para orang tua murid.
Untuk jadwal sekolah, SDN 11 Nek Sawak berlangsung pada pagi hari hanya pada hari senin dan jumat, mulai dari jam 7 hinga jam 12 dan sekolah siang di hari selasa hingga sabtu, mulai dari jam 1 hingga jam setengah 5. Beda halnya untuk mereka yang baru duduk di kelas 1 dan 2, untuk siswa kelas 1 dan 2 pulang pada jam setengah 4, sedangkan kelas 3 hingga 6 pulang pada pada jam setengah 5. Mereka sekolah pagi hanya pada hari senin yang berarti upacara bendera dan jumat yang berarti senam bersama. Istirahat yang diberikan sekolah hanya 15 menit. 1 jam pelajaran berdurasi 35 menit. Untuk anak-anak bila mereka bersekolah pada jam 1, biasanya 2 jam sebelumnya sudah datang, jam 11 mereka sudah turun dan datang sekolah. Sekolah tidak selalu pagi hari dikarenakan para murid dan guru ada yang menorah karet dan bekerja lainnya. Ssekolah sempat mengalami masuk pagi tetapi hanya sedikit dari siswa yang masuk sekolah, mereka lebih banyak yang menorah dan berkerja membantu orang tua. Para siswa yang menoreh biasanya para siswa yang duduk kelas 4 hingga kelas 6, di umur tersebut orang tua menganggap mereka sudah bisa berkerja, maka itu mereka ikut menoreh dan berkerja.
Jumlah murid di SDN 11 Nek Sawak tidaklah sedikit, jumlah untuk murid kelas 1 berjumlah 30 orang, jumlah murid untuk kelas 2 berjumlah 39, jumlah murid untuk kelas 3 berjumlah 23, jumlah murid untuk kelas 4 berjumlah 19, jumlah murid untuk kelas 5 berjumlah 20 orang, jumlah murid untuk kelas 6 berjumlah 16 orang. Daftar sekolah atau masuk sekolah dikenakan Rp. 1.000,- saja per murid. Menurut Ibu Doyek selaku kepala sekolah, hampir semua anak di daerah Nek Sawak dan Landau mencicipi bagaimana bersekolah dan kebanyakan dari mereka menyelsaikan hingga kelas 6 SD. Untuk mereka yang putus sekolah, putus sekolah yang mereka alami bukanlah dari faktor apa-apa, putus sekolah dikarenakan tidak adanya kemauan dalam belajar, tetapi biasanya bagi mereka yang keluar akan masuk sekolah lagi untuk bermain bersama kawan-kawan. Menurut Ibu Kepala Sekolah putus sekolah tidak dikarekan alasan ekonomi.
Hal tersebut didukung oleh program pemerintah Dana BOS ( Biaya Operasional Sekolah). Program BOS membuat sekolah tidak mengenakan punggutan biaya terhadap para siswa, sekolah gratis tanpa dipunggut biaya, maka itu yang membuat Ibu Doyek berkata putus sekolah tidak dikarenakan alasan ekonomi. Sumber dana sekolah berasal dari komite sekolah, dan dana yang ada di komite sekolah berasaldari dana BOS. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Kepala Sekolah, bahwa dana BOS telah ada sejak 9 -10th yang lalu. Banyak alokasi dana BOS yang telah bermanfaat bagi siswa dan para guru. Untuk seragam batik, sergama batik berasal dari dana BOS, tidak hanya seragam batik tetapi seragam lainnya dibayarakan oleh BOS. Jjadi mereka tidak membayarkan uang untuk seragam, mereka hanya membayarkan ongkos kirim saja yang telah diantarkan sampai di Nek Sawak sebesar Rp. 5.000,-. Selain seragam, buku cetak juga berasal dari dana BOS, buku disediakan oleh BOS, lalu pihak sekolah meminjamkan buku untuk para murid dan biasanya pada akhir tahun buku baru akan dikembalikan ke pihak sekolah, seperti itulah seterusnya. Segala fasilitas di sekolah, seperti patung organ, kapur dan segala peralatan sekolah berasal dari dana BOS. Sedangkan meja, kursi, papan tulis, semua berasal dari dana alokasi khusus. Untuk para guru yang masih berstatus honorer digaji menggunakan dana BOS.
Di SDN 11 Nek Sawak terdapat program beasiswa, beasiswa tersebut adalah Beasiswa Miskin, beasiswa tersebut diperuntukan untuk anak yang tidak mampu. Beasiswa diberikan untuk para siswa mulai dari kelas 1 hingga kelas 5. Untuk kelas 6 akan dibantu dari dana bos, karena smp akan mendapat beasiswa. Pemberian beasiswa dilihat dari kemampuan orang tua, data dari kepala sekolah dan orang tua murid, beasiswa berasal dari dinas. Seperti judulnya beasiswa diperuntukan bagi mereka yang tidak mampu. Belum ada pemberian beasiswa lainnya. Selain program beasiswa, SDN 11 Nek Sawak turut berpartisipiasi tiap tahunnya dalam mengikuti porseni, yang bila menang dalam porseni tersebut maka akan menuju kabupaten. Pada tahun ini SDN 11 Nek Sawak mengikuti porseni dan telah tembus hingga tingkat provinsi.
            Selain itu ada juga kebijakan-kebijakan yang telah berubah seiring dengan sistem dan ketetapan. Seperti ketetapan baru yang berasal dari pemerintah adalah masalah umur untuk mereka yang akan masuk sekolah. Saat ini untuk murid kelas 1 diharuskan berumum 7th, ini merupakan program dari dinas pendidikan. Sebelum ketetapan tersebut ada, siswa yang masuk kelas 1 Sd berumur 5 dan 6th. Perubahan kebijakan sangat berdampak pada keberlangsungan sekolah sejak dahulu, dapat terlihat dari jumlah murid yang sangat berkurang, sebelum adanya ketetapan, setiap masuk tahun ajaran bagi murid kelas 1, murid berjumlah 50 anak, sedangkan setelah adanya ketetapan hanya 28 orang saja. Sebenarnya ketetapan tersebut tidak dapat dilaksanakan di daerah-daerah terpencil, itu semua dikarenakan berbedanya pendidikan yang di dapat di kota dan di daerah terpencil. Untuk di daerah terpencil, murid untuk kelas 1 seharunya diperbolehkan untuk umur-umur sebelum 7th, itu semua dikarenakan bila murid kelas 1 berumur 7th, mereka butuh penyesuaian, dan penyesuaian untuk tiap anak berbeda-beda, ditambah dengan berbedanya faktor-faktor di belakangnya. Kebijakan di daerah terpencil akan mengalami pergeseran.
            Contoh lainnya yang lebih konkrit adalah tentang jam sekolah di SDN tersebut, dahulu jam bersekolah pada pagi hari menurut keterangan yang diberikan oleh elvi yang sekarang sudah melanjutkan sekolahnya di SMP Meliau, tetapi masyarakat memprotes sistem sekolah pagi tersebut, dan masyarakat meminta untuk memindah jam sekolah menjadi siang. Itu semua dikarenakan untuk membantu para orang tua berkerja bagi mereka yang sudah bisa berkerja, sedangkan bagi mereka yang belum bisa berkerja akan menjaga rumah. Ketetapan sekolah pagi tidak dapat dipertahankan karena keadaan memaksa untuk mengganti jadwal pagi menjadi siang. Bagi Pak Aden selaku Kepala Dusun setempat, dengan ketetapan sekolah siang bukanlah hal yang baik, dia menyesali kenapa sekolah pagi tidak dipertahankan, itu semua dikarenakan bilamana anak-anak sekolah pagi, pikiran mereka akan lebih kosong dibanding sekolah siang, karena biasanya bila sekolah siang, anak-anak sudah capek dan lelah sehingga pelajaran sulit masuk.
Hal tersebut di dukung dengan  contoh kasus, Putri merupakan seorang anak perempuan berumur 6th, putri baru saja masuk SD, tiba-tiba saat dia pulang sekolah dia mengeluh di hari kedua dia masuk. Dia tidak mau masuk sekolah dikarenakan dia mengantuk, dia bosan, dia merasa jam sekolah adalah jam tidur siang, dia tidak mau sekolah, dia lebih ingin dirumah saja. Memang untuk di satu sisi pernyataan dari Pak Aden adalah benar, tetapi itu semua kembali bagi mereka yang melaksanakan sekolah tersebut, ekonomi setiap masyarakat berbeda-beda sehingga kemungkinan dalam pelaksanaan jam sekolah pun disesuaikan dengan kebutuhan. Sekolah merupakan sebagai sesuatu yang diinginkan, tapi berkerja adalah sebuah kebutuhan. Kerja menyediakan income untuk menunjang kebutuhan-kebutuhan dasar untuk diri sendiri dan keluarga (White. 2001:7)
            Sekolah di pedalaman akan berusaha menyesuaikan kepentingan masyarakatnya juga, karena itu semua berhubungan dengan keberlangsungan sekolah juga. Bahkan sekolah dapat dituding tidak tegas, tetapi inilah di pedalaman, hal ketidak tegasan tersebut adalah dalam penanganan untuk para murid. Contoh kasus dalam penanganan murid adalah seorang anak bernama Ovia bersekolah dan baru memulai sekolah di kelas 1, karena kebiasaan di rumah, Ovia males untuk masuk sekolah, dia sering membolos dalam jangka waktu yang lama, tetapi 1 bulan setelah hal tersebut, tiba-tiba dia masuk lagi. Hal tersebut merupakan wujud ketidak tegasan karena penyesuaian yang dilakukan pihak sekolah terhadap anak dan masyarakat.
Contoh lainnya lagi adalah kasus Bp. Amin, Pak Amin mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Ade. Ade selalu mendapat rangking 1 di sekolah, dan pada saat pergi ke medan (istri dari Pak Amin adalah Orang Medan) dikarenakan opunya yang telah meninggal sehingga sebabkan mereka tidak dapat pulang dan akibatkan Ade tidak dapat mengikuti ujian, lalu Bp Amin memperjuangkan Ade untuk tetap Naik kelas walau dia tidak ikut ujian, dan permohonan tersebut dilakukannya melalui pesawat telepon . Bp Amin membuat permohonan, dan permohonannya dikabulkan oleh pihak sekolah, pada akhirnya Ade dapat naik kelas tanpa rangking dan tanpa ujian. Hal tersebut merupakan beberapa kasus dari penyesuaian sekolah terhadap masyarakat, karena pihak sekolah membutuhkan masyarakat dan masyarakat membutuhkan pihak sekolah.
            Setelah mengetahui seluk beluk SDN di Nek Sawak, tersirat bagaimana mereka melanjutkan pendidikan mereka ke tingkat SMP. Kesan pertama yang hadir ketika menanyakan Pak Kadus tentang Pendidikan adalah tidak adanya kemungkinan anak SD akan melanjutkan sekolah ke tingkat SMP. Hal tersebut juga difaktori beberapa faktor, seperti Letak SMP yang jauh dan berada di Meliau. Untuk para orang tua adanya perasaan berat untuk melepas anaknya yang baru saja lulus SD untuk melanjutkan SMP di tempat yang jauh dari orang tuanya. Orang tua mempunyai rasa berat ketika anak harus mengurus diri, dan mengurus semuanya sendiri. faktor selain letak sekolah yang jauh adalah faktor perasaan melepas anak yang baru saja lulus SD harus mengurus diri sendiri tanpa didampingi orang tua.
Sebenarnya ada jawaban untuk menjawab alasan tempat, telah terdapat SMP di pampang dua, tapi mereka merasa sekolah tersebut tidaklah bagus, karena guru dan pengajar hanya dari lulusan SMA saja, para masyarakat menginginkan untuk guru adalah mereka yang sarjana. Penduduk yang lebih terididk memerlukan guru- guru  yang lebih terlatih dan terspesialisasi dan lebih penting bagi masyarakat, mengajar menjadi makin professional, karena sekarang guru- guru mesti lebih berpengetahuan dan lebih sadar akan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat (Imran Manan,1989:120). Masyarakat memerlukan sosok guru yang emmang berpendidikan secara serius, maka itu bagi masyarkat masih banyak keraguan bila akan menyekolahkan anaknya di SMP pampang dua.
            Anak-anak yang melanjutkan SMP dari Nek Sawak biasanya bersekolah di Meliau, di Meliau terdapat sebuah asrama miliki orang Australia, banyak anak-anak dari daerah-daerah terpencil yang tinggal di asrama tersebut, selain harga yang dapat dijangkau, kedisiplinan sangat diutamakan. Seperti yang telah diutarakan diatas bahwa SMP biasanya para murid dari Nek Sawak mendapatkan beasiswa, hal tersebut dibuktikan dengan sibukanya Kepala Dusun membuat surat miskin. Surat miskin tersebut ditujukan kepada pihak sekolah dan pihak asrama, keterangan miskin tersebut dibuat untuk mempermudah biaya sekolah anak-anak mereka. Dalam hal ini, siapa saja dapat  membuat surat miskin untuk pihak sekolah walau mereka berkecukupan sekalipun, mereka beranggapan karena di daerah terpencil mereka sendiri mengkategorikan dirinya miskin dan patut dibantu. Pembuatan hal seperti itu telah berlangsung lama. Maka itu adanya beasiswa dari pihak sekolah turut membantu keberlangsungan pendidikan di Indonesia.
Pada umumnya kebanyakan penduduk di Nek Sawak hanyalah sebatas lulusan SD, hanya beberapa orang saja yang lulusan bangku SMP. Pendidikan SMP dan jenjang-jenjang selanjutnya masih telihat buram untuk sebagian orang di Nek Sawak, ada beberapa orang yang menganggap pendidikan sangat penting, tetapi ada pula yang menganggap pendidikan sebagai fasilitas untuk bisa baca tulis saja. Letak yang jauh dan akses yang sulit untuk menuju kota merupakan sebuah keterbatasan, tetapi seiring berkembangnya zaman dan keinginan yang kuat, untuk tahun ini jumlah murid yang lulus SDN 11 Nek Sawak berjumlah 17 orang, dan 15 orang diantaranya melanjutkan sekolah ke SMP, entah letaknya di Meliau atau Sanggau. Keinginan untuk masuk SMP ada yang berada dari dalam diri dan juga ada yang hanya ikut-ikuatan teman saja. Hal yang biasanya menjadi senjata untuk tidak melanjutkan sekolah yaitu Letak sekolah yang jauh, kini sudah tidak lagi. Kepercayaan juga turut dibangun dan ditujukan kepada asrama, sebagai pihak penampung anak-anak mereka.
            Seperti sedia kala pendidikan memang merupakan hal yang penting, tetapi semua kembali lagi kepada masyarakat. Adanya perbedaan fasilitas dan akses dari masyarakat terkadang membatasi pendidikan dapat masuk ke lingkup keluarga. Terkadang pendidikan dapat masuk ke dalam lingkup keluarga dengan sangat mudahnya, tetapi ada kalanya pendidikan sangat sulit untuk masuk karena adanya alasan-alasam yang menyebabkannya. Setelah membahas tentang akses pendidikan dan kemungkinan pendidikan di Nek Sawak untuk para generasi penerus, maka saya akan mulai mendalami tentang pendidikan untuk mereka yang ada di lapisan bawah. Telah diungkapkan sebelumnya, bahwa pendidikan terkadang sulit masuk ke dalam lingkup keluarga dan menjadi sebuah cita-cita baru. Pendidikan terkadang terhambat karena alasan ekonomi. Ekonomi kelas bawah sudah terbukti akan sulit mengakses pendidikan dengan mudah. Entah pendidikan itu sendiri yang sulit diakses ataupun keluarga miskin yang sulit untuk mengakses pendidikan.
            Dalam hal ini, saya akan mencoba membahas tentang pendidikan bagi kelas bawah di Nek Sawak, untuk mengkategorikan keluarga kelas bawah di Nek Sawak, saya menggunakan kartu kemiskinan dan menanyakan langsung kepada Kepala Dusun, siapa-siapa saja yang dikatakan keluarga yang kekurangan di Nek Sawak. Setelah menanyakan langsung, akhirnya saya mendapatkan 2 Nama yang dapat saya jadikan informan. Informan pertama  saya bernama Pak Mantoni.
Semua berawal saat kami mengunjungi rumah Pak Mantoni untuk membuat profil dan pola konsumsi. Pak Mantoni sering dipanggil dengan Pak Man. Dengan diantarkan beberapa teman kami menuju ketempat tersebut dan atas saran dari Kepala Dusun. Rumah gelap dan kecil dan hanya disinari oleh 1 pelita saja, ini menggambarkan sangat sulitnya kehidupan dari Pak Man. Rumah yang masih terbuat dari gubuk juga menggambarkan kesulitan yang dia alami. Pak Man mempunyai istri dan 3 anak laki-laki. Istri dari pak Man mengalami gangguan mata, dia sudah tidak dapat melihat dengan jelas. Matanya telah kabur dan sulit untuk melihat, sudah 20th dia alami sakit tersebut. Sejak itulah dia hanya duduk dirumah tanpa bisa keluar rumah. Pak Man sendiri berusia 65th. Anak-anak Pak Man adalah:
1.      Johan
Dia berpakaian layaknya orang biasa dengan jam di tangan kiri, tetapi dia suka kurang bicara karena dia hanya diam dan melihat saja diwaktu saya datang ke rumahnya, Johan hanya bersekolah hingga kelas 3 saja.
2.      Jamir
Jamir merupakan anak yang paling ramah, dia pun ikut dalam perbincangan kami. Jamir juga paling komunikatif. Dia yang paling sering saya ajak bicara, dan dia yang paling sering berjumpa dengan saya entah di jalan ataupun di saat kami ke rumah warga. Tetapi sangat disayangkan Jamir hanya bersekolah hingga kelas 4 saja
3.      Harmoko
Dia merupakan anak terkahir dari Pak Man. Dia kurang suka bersosialisasi karena malu. Dia sering keluar rumah untuk bermain hingga larut malam. Harmoko hanya bersekolah hingga kelas 2 saja
Keinginan bersekolah mereka sebenarnya tinggi, tetapi keadaan tidaklah mendukung mereka untuk mewujudkan cita-cita mereka. Mereka berhenti dikarenakan guru honorer yang dibayarkan oleh pihak sekolah membuat SPP lebih mahal dan membuat mereka terganjal akan uang dan mengharuskan mereka berhenti sekolah, itu menurut opini mereka dan alasan kenapa mereka semua berhenti sekolah.
Mereka tidak dapat membayar karena mereka berfikir untuk kehidupan sehari-hari saja mereka kesulitan. Jamir mengatakan kalau tidak punya uang bisa tidak naik kelas, dan bisa dikeluarkan, itulah yang terjadi dengan Jamir. Dia merasa karena sulitnya ekonomi keluarganya, dia tidak di naikan kelas bahkan dikeluarkan. Yang dikatakan Jamir didukungoleh tulisan White yang membicarakan tentang di beberapa bagian dunia, putus sekolah berhubungan dengan kemiskinan yang dalam (White, 2001:6). Kemiskinan memang membuat sebuah keluarga dalam pergerakannya menjadi sangat sulit, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan telah dinyatakan gratis, tetapi faktor- faktor yang mendukung untuk dapat bersekolah juga besar, seperti peralatan sekolah, baju seragam yang disubsidi, semuanya akan kembali lagi bergesekan dengan keperluan rumah yang lebih krusial.
Pak Man pernah beberapa kali mendapat BLT, tetapi hanya 4 waktu saja, setelah itu sudah tidak lagi mendapatkan bantuan, tidak tahu sebabnya. Pak Man merupakan laki-laki asal kunyil, tetapi dia menikah dengan istrinya yang asli Nek Sawak, mereka beragama protestan. Mereka memelihara kambing, bukan babi, ternyata pemeliharaan kambing dikarenakan kambing yang lebih mudah untuk dirawat dan tidak mengeluarkan banyak biaya. Dalam kehidupan sehari-hari pola konsumsi dari Pak Man tidaklah jauh berubah, dana lebih banyak dialokasikan untuk biaya rokok dan beras, sedangkan untuk mereka makan, mereka lebih mencari semuanya di hutan.
Keluarga Pak Man masih menggantungkan kehidupan dari alam bebas. Mereka juga biasanya pergi berkerja dengan menjadi kuli atau tukang angkut di Nek Sawak. Gaji yang didapat mereka gunakan untuk biaya hidup dan tidak adanya alokasi untuk pendidikan. Dalam bukunya Thut dan Adams mengungkapkan bahwa rendahnya tingkat pendidikan seringkali menyebabkan produktivitas yang rendah. Akibatnya, pendapatan rendah, kemajuan pendidikan dan lain- lain pun terhambat (I.N Thut & Don Adams, 2005:521). Hal tersebut sangat berkaitan karena pendidikan dan pekerjaan sangat berhubungan erat, dimana ketika pendidikan tinggi maka produktivitas pun tinggi, sedangkan pendidikan rendah produktivitaspun akan rendah juga, tetapi itu semua didasarkan pada tempat dimana masyarakat hidup. Untuk perkotaan sistem tersebut memang sangat penting, tetapi untuk masyarakat tradisional, terkadang pendidikan kurang diminati. Itu semua dikarenakan tidak adanya kemauan masyarakat untuk keluar dari lingkaran yang sudah dibuatnya, seperti contoh, bilamana seorang ayah adalah petani, maka kebanyakan anaknya akan menjadi seorang petani juga. Lingkaran tersebut yang sering mengurung masyarakat pada kemajuan.
Sekolah sebagai media pendidikan terkadang kurang dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Terkadang mereka menganggap sekolah berhenti tidak mengapa asal bisa membaca dan menulis saja, sekolah sekedar untuk status saja, tidak adanya keseriusan untuk melanjutkan dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat yang lebih modern. Hal tersebut juga didukung dengan adanya kasus yang sama dimana para orang tua di Sawangan[3] menganggap bahwa status siswa untuk anak-anak mereka tidak terlalu penting. Pengalaman para orang tua yang sebelumnya tidak mengenal sekolah dengan baik, turut membentuk khayalan mereka tentang hidup tanpa sekolah ( TPL Petungkriyono, 2009:491). Lingkaran kembali terjadi dimana orang tua melakukan yang orang tua mereka perlakukan, mereka yang tidak mengenal sekolah akan perlakukan anak dengan tidak mengenalkan pendidikan secara baik terhadap anak mereka. Sekolah semakin jauh dan jauh dari masyarakat tradisional. Biasanya para masyarakat yang kurang mengenal pendidikan adalah mereka yang kurang dalam segi ekonomi, maka itu sekolah dan pendidikan akan semakin sulit masuk bagi para masyarakat kelas bawah.
            Pendidikan di Keluarga Pak Man dapat dikatakan telah terputus, mulai dari Johan yang hanya bersekolah hingga kelas 3 saja, Jamir yang hanya bersekolah hingga kelas 4 saja, dan anak terkahir dari Pak Man, Harmoko yang hanya bersekolah hingga kelas 2 saja. Bisa dibayangkan pendidikan sangat minim di keluarga Pak Man. Para anggota keluarga beranggapan johan, jamir dan harmoko tidak dapat mengenyam sekolah dikarenakan alasan ekonomi. Alasan Ekonomi dijadikan sebagai alasan yang kuat sebagai penyebab dari putusnya sekolah mereka. Harmoko merupakan anak  dari Pak Man yang terkahir, alasan putus sekolah dari harmoko adalah masalah biaya, itu adalah jawaban dari sanak saudara saat saya menanyakan secara langsung alasan dari mereka semua putus sekolah.
Setelah itu untuk menguatkan kebenaran, maka saya bertanya kepada pihak sekolah dan teman-temannya. Pada saat menannyai pihak sekolah, Ibu Doyek tetap bersi kukuh bahwa sekolah gratis dan tidak ada punggutan biaya. Ibud Doyek juga mengatakan bahwa Harmoko putus sekolah bukan karena alasan ekonomi. Sedangkan pada saat saya tanyakan kepada teman-teman bekas sekolahnya, Harmoko putus sekolah dikarenakan malas belajar. Beberapa saat sebelum Harmoko berhenti sekolah, Harmoko mendapat giliran membaca, tetapi Harmoko menolak untuk membaca, dengan berat hati guru memaklumi, besoknya Harmoko mendapat giliran lagi untuk membaca, tetapi harmoko kembali menolak dengan berkata “tidak bisa”, tetapi sang guru mengatakan untuk mencoba membacanya dahulu, lalu Harmoko menjawab dengan perkataan yang tidak dikira-kira, dia menjawab dengan jawaban “saya nyerah”. Lalu Ibu Guru kaget dan menghukum Harmoko untuk berdiri di tengah lapangan dengan alasan agar dia jera dan tidak melakukannya lagi, tetapi kenyataan yang terjadi hukuman dari Ibu Guru membuat Harmoko benar-benar tidak melakukannya lagi, Harmoko merasa malu dan marah dikarenakan dia dihukum, maka Harmoko memutuskan untuk tidak mau bersekolah lagi, Harmoko berhenti dan tidak pernah lagi kembali ke Sekolah. Menurut teman- temannya Harmoko juga merupakan sosok anak yang nakal.
Keputusan Harmoko untuk berhenti dari sekolah menambah pundi- pundi kekecewaan Keluarga Pak Man terhadap pendidikan di SDN 11 Nek Sawak. Nada ketus yang terdengar saat mereka mengungkapkan mengapa mereka putus sekolah merupakan bentuk kekecewaan mereka terhadap pendidikan. Alasan ekonomi lah yang dijadikan pelarian bagi Keluarga Pak Man untuk menjelaskan mengapa mereka semua terputus dari jalur pendidikan. Memang tidak dapat dipungkiri untuk bersekolah memang membutuhkan perekonomian yang perlu dialokasikan dana, memang sekolah dikatakan gratis, tetapi dalam penyediaan fasilitan untuk bersekolah memerlukan biaya yang tidak sedikit, maka itulah yang menyebabkan mereka putus sekolah. Permasalahan ekonomi yang telah diketahui oleh sang anak juga ikut mengganggu anak dalam sekolah, terkadang anak lebih memilih untuk berhenti sekolah dan uang digunakan untuk biaya hidup bersama dan membantu orang tua dalam berkerja.
Keluarga Pak Mantoni, merupakan sosok keluarga kelas bawah yang tidak dapat mengenyam pendidikan dengan benar. Semua anaknya putus sekolah, dan mereka meyakini karena alasan ekonomi menjadi alasan terkuat mereka putus sekolah. Pendidikan yang bila ditelaah dapat menjadi investasi manusia dalam jangka panjang tidak dapat terpikirkan oleh keluarga Pak Man, itu semua terhenti dengan adanya banyak alasan yang telah diutarakan diatas. Sumber daya yang terbatas lebih dimanfaatkan untuk keberlangsungan hidup, dan pendidikan menjadi sebuah nilai yang mahal. Kesulitan ekonomi yang dialami dengan sangat membuat tidak adanya kesempatan untuk Pak Man berfikir tentang pendidikan sebagai investasi jangka panjang. Pak Man lebih memikirkan untuk menjalankan apa yang ada di depan mata atau sesuatu dalam jangka pendek. Bagi Pak Man investai jangka panjang yang terpenting bagi keluarganya adalah keberlangsungan mereka untuk tetap hidup dengan tidak adanya pendidikan dan sumber daya eknomi yang terbatas.
Pak Mantoni merupakan sosok informan pertama yang tidak begitu baik dalam pendidikan dan ekonomi, dapat dikatakan dia sangat mewakili untuk kategori kelas bawah, karena sangat sulitnya kehidupan Pak Man. Pak Man juga memberikan warna lain dalam kenyataan ini, warna yang memprihatinkan. Untuk memberikan perbandingan, maka saya menyertakan Informan Kedua, Informan kedua tersebut juga saya dapat dari saran Pak Kadus. Pak Kadus memberikan kedua nama tersebut, Pak Mantoni dan Pak Briji. Setelah pembahasan Pak Mantoni dengan kepelikannya, sekarang saya akan membahas tentang Pak Briji dengan kehidupannya.
Lain halnya dengan pertemuan pertama kami dengan Pak Man, Pak Briji merupakan seorang yang telah saya kenal sejak awal, hal itu disebabkan karena kediaman Pak Briji tidak jauh dari kediaman tempat saya tinggal. Hampir tiap waktu saat saya melihatnya dan pergi kerumahnya untuk duduk dan mengobrol saja karena dia selalu duduk di teras dan memanggil saya untuk datang. Rumah yang terbuat dari kayu, dan bila malam menjemput hanya disinari 1 pelita saja merupakan kondisi dari rumah Pak Briji. Hal tersebut juga menggambarkan bagaimana kesusahan yang terlihat dari kehidupan Pak Briji.
Pak Briji merupakan penduduk asli Nek Sawak, sanak saudara dari Pak Briji juga tinggal di Nek Sawak dan hanya berjarak beberapa meter saja dari rumahnya. Pak Briji yang biasanya berkerja, sering kali tidak berkerja lagi jika penyakit Cikumunya[4]nya kembali kambuh. Sehingga saya mempunyai waktu lebih bila berbicara dengannya disaat dia di rumah. Pak Briji mempunyai seorang istri yang pekerja keras, biasanya bila Pak Briji tidak berkerja, maka Istrinyalah yang sering menggantikan dia berkerja. Pak Briji mempunyai 2 orang anak yaitu :
1.      Wina
Seorang gadis yang berumur 18 tahun, dengan penampilan yang baik dan mulai mengerti mode dikarenakan dia telah mencatok rambutnya. Wina telah lulus menyelsaikan SD nya, tetapi dia tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Sekarang dia sangat berkerja keras, hal tersebut terlihat dengan bekerjanya dia setiap hari, tidak seperti remaja perempuan laiinya yang hanya di rumah saja.
2.      Karmila
Seorang gadis yang baru saja lulus SD, dan pada tanggal 15 Juli kemarin dia masuk ke SLTP di Meliau. Bersama teman-temannya dia melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Dia merupakan seorang gadis kecil yang sering bermain bersama saya. Karmila tinggal di sebuah asrama yang didirikan oleh seorang Australia, banyak anak- anak dari Nek Sawak yang telah tinggal di asarama tersebut. Asrama tersebut sangatlah disiplin dan untuk letak, letaknya juga tidak terlalu juah dari sekolah mereka. Biaya yang perlu dikeluarkan Karmila untuk Asrama dan sebagianya sebesar Rp.100.000,- per bulan.
Keinginan bersekolah dari anak-anak Pak Briji sangatlah dalam, hal tersebut terbukti dengan berhasilnya Karmila melanjutkan sekolah ke jenjang SMP walaupun keadaan ekonomi tetap mendesak. Hal tersebut juga terlihat di catatan konsumsi Pak Briji tiap minggunya, tidak hampir berubah dengan apa yang dikonsumsi Pak Briji, dana dialokasikan untuk kerperluan sehari- hari dan kini pendidikan Karmila.
            Telah dibuktikan bahwa dalam keluarga Pak Briji telah dialokasikan dana untuk kebutuhan sehari- hari mereka bertiga (Pak Briji, Istri dan Wina) dan pendidikan serta kehidupan Karmila. Nilai pendidikan telah masuk ke keluarga Pak Briji. Adanya upaya dari keluarga untuk bangun. Pak Briji yang terkadang ikut berkerja dibantu oleh Ibu yang berkerja dan Wina yang ikut berkerja tidak dipungkiri ikut menambah penghasilan dari Keluarga Pak Briji, dan penghasilan mereka bertiga dialokasikan untuk keberlangsungan hidup mereka dan investasi mereka terhadap Karmila. Perbedaan umur yang sedikit jauh antara Wina dan Karmila juga ikut membantu Pak Briji mengendalikan keuangan dan mengatasi kesulitan yang ada, bilamana umur Wina dan Karmila dekat maka biaya untuk pendidikan semakin berat, ditambah keadaan ekonomi yang tidak baik.
            Seperti keluarga kelas bawah lainnya, keluarga Pak Briji juga serta merta masih memanfaatkan sumber daya alam sebagai tempat penyedia makanan bagi mereka, mereka masih mengandalkan hutan untuk keberlangsungan hidup mereka. Alasan Ekonomilah yang lagi- lagi kembali menjadi penyebabnya. Keluarga Pak Briji bisa dikatakan sebagai keluarga yang mematahkan tradisi, tradisi yang dimaksud adalah bilamana seorang ayah adalah petani maka anak juga petani, tetapi di keluarga Pak Briji ada upaya walaupun mereka kesulitan, adanya usaha untuk memecah tradisi dan upaya untuk kehidupan yang lebih layak lewat pentingnya pendidikan.
            Pendidikan bagi keluarga Pak Briji serta merta dipengaruhi oleh lingkungan dari si anak bermain, teman sepermainan Karmila semuanya melanjutkan pendidikan di SMP, dalam kasus ini lingkungan membentuk individu, dimana Karmila yang berasal dari keularga yang kurang mampu dan tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dapat berfikir untuk melanjutkan pendidikan SMP.  Permasalahan ekonomi memang menghantui tetapi hasil yang akan didapat akan terbayarkan. Keluarga Pak Briji mencoba melawan keterbatasan yang ada. Banyaknya cerita keberhasilan pendidikan ikut menstimulan Pak Briji untuk menyekolahkan Karmila di SMP. Cita-cita yang diungkapkan Pak Briji ketika saya tanyakan mengapa Karmila sekolah hingga SMP adalah agar Karmila tidak bernasib sama dengan orang tuanya dan kakaknya, maka itu Karmil disekolahkan hingga SMP kini, dan ada kemungkinan bilamana Karmila berhasil, saatnya Karmila yang membantu membangunkan ekonomi keluarganya dari keterpurukan. Tidak maunya perasaan orang tua atas persamaan nasib menjadi alasan yang kuat, dan telah tertera cita-cita yang besar dari keluarga untuk Karmila suatu saat nanti.
            Bagi Keluarga Pak Briji telah adanya pendidikan sebagai jawaban dari keterpurukan ekonomi, memang ekonomi mereka sulit, tetapi mereka mengusahakan sekuat tenaga untuk dapat menyekolahkan Karmila di SMP. Telah pentingnya posisi pendidikan di lingkungan Keluarga Pak Briji. Pendidikan juga telah menjadi investasi manusia jangka panjang untuk keluarga Pak Briji, hal tersebut dibuktikan dengan adanya keinginan dari pihak keluarga untuk karmila agar tidak bernasib sama dengan mereka. Pendidikan diharapkan mengangkat Karmila dan menjadikan Karmila lebih mempunyai nasib yang baik. Seumber daya ekonomi yang terbatas juga tidak menjadikan alasan Pak Briji membuang cita-cita karmila sendiri dan cita-cita keluarga, telah adanya pembagian yang jelas antara kehidupan dan pendidikan. Ekonomi yang terbatas memang menyulitkan tetapi mereka mempercayai cara inilah yang dapat membangun mereka, memang saat ini mereka mengalami kesulitan tetapi suatu hari mereka akan mendapat hadianya.
            Setelah dikemukakan tentang kehidupan keluarga Pak Briji dan pendidikan di mata keluarganya, memang tercetus warna baru yang berbeda dari Pak Mantoni. Perbandingan yang terjadi karena adanya perbedaan nilai di keduanya dengan persamaan ekonomi yang sama. Entah lebih tidak mampu siapa, tetapi pendidikan di kelas bawah memang beragam, ada dari mereka yang menyerah dengan keadaan, ada mereka yang berusaha dan berserah.  Pendidikan memang sangatlah sulit bagi ekonomi kelas bawah, apalagi bagaimana mereka bisa menginvestasikan ke pendidikan, sementara bagaimana kehidupan mereka. Tetapi itu semua tidak hanya berhenti disitu saja. Pendidikan mempunyai kepercayaan baru bagi mereka yang mempecayainya dan berkesempatan.
            Perbedaan warna, perbedaan sikap yang terjadi diantara kedua informan menambah pemikiran baru tentang pendidikan bagi masyarkat kelas bawah khususnya penduduk Nek Sawak. Kedua informan telah memberikan pandangan yang berbeda, dimana Pak Mantoni telah menyerah pada keadaan, dia dan keluarga terjerat pada lingkaran sama dan tidak adanya kesempatan untuk mengandalkan pendidikan sebagai investasi, sedangkan Pak Briji terus berusaha, dia dan kelarga mencoba untuk bangun dan melepaskan jerat lingkaran, dan adanya usaha untuk membuat kesempatan baru yaitu mengandalkan pendidikan sebagai jawaban untuk masa depan.
            Posisi Pendidikan di Nek Sawak berbeda- beda, dari 2 informan diatas, telah menjelaskan dengan sangat dimana ada nya perbedaan pemikiran dan sikap dalam menghadapi pendidikan. Kehidupan masyarkat selalu berbeda, dan pemikirannya pun sangat berbeda, seperti para informan, untuk Pak Mantoni posisi pendidikan sangat sulit untuk masuk, telah ada luka yang membuat keluarga terluka, mereka menganggap pendidikan sebagai musuh dan tidak adanya pemikiran yang lebih untuk memperjuangkannya, sedangkan bagi Pak Briji posisi pendidikan telah menjadi jawaban baru untuk keluarganya, dia berani bertaruh untuk anaknya mendapatkan pendidikan. Perbedaan posisi pendidikan memang terjadi dikarenakan banyaknya faktor yang menenggarai. Pendidikan sebagai investasi jangka panjang telah dilakukan oleh pak Briji, dia mempercayai dimana pendidikan sebagai investasi jangka panjang bagi kehidupan keluarga mereka, mereka lebih memilih untuk sang anak melanjutkan pendidikan di bangku SMP walaupun ekonomi mereka sulit, sedangkan Pak Mantoni memilih untuk tidak melihat kemungkinan investasi bagi keluarga mereka, mereka lebih terkonsntrasi dengan apa yang mereka hadapi sekarang ini. Mereka lebih memikirikan untuk jangka pendek yaitu keberlangsungan kehidupan keluarga mereka. Ekonomi yang terbatas lebih dipusatkan untuk kehidupan sekarang bagi keluarga Pak Man, sedangkan Ekonomi yang terbatas bukanlah halangan bagi keluarga Pak Briji untuk tetap membiayai pendidkan sebagai Investasi yang paling berharga untuk jangka panjang kehidupan mereka. Pendidikan bagi masyarkat Nek Sawak sebagai investasi jangka panjang dalam ekonomi yang terbatas terjadi berdasarkan kesempatan dan kemauan dari pihak keluarga dan anak, dan pendidikan sebagai jalan keluar untuk mereka yang telah mempercayai dan mengusahakan pendidikan terus berkembang di lingkup keluarga mereka.

Kesimpulan
            Keterbatasan pendidikan dan fasilitas pendidikan telah terjadi di tempat- tempat yang sulit dijangkau negara, telah terjadi disentralisasi dalam perkembangan yang otomatis juga mengakibatkan pendidikan terhambat. Pendidikan tambah terhambat dengan masyarakat yang kurang mendapat nilai manfaat dari pendidikan tersebut. Sebuah dusun di Kalimantan Barat bernama Nek Sawak menjadi sorotan utama, tersedia sebuah SD di Nek Sawak sebagai nilai pengenalan pendidikan di lingkup keluarga. Tetapi mereka terputus dalam keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya penduduk yang hanya menyelsaikan bangku SD saja. Keterbatasan ekonomi terkadang menjadi alasan terkuat mengapa mereka hanya mengenyam pendidikan hingga bangku SD saja, dan banyak dari mereka yang juga putus sekolah.
            Posisi pendidikan di Nek Sawak bagi mereka kelas bawah sangatlah sulit. Posisi pendidikan menjadi minim untuk mereka, dan itu semua kembali lagi kepada keluarga kelas bawah untuk memandang pendidikan. Ada beberapa dari mereka yang menyerah pada keadaan dan tidak memikirkan pendidikan sebagai investasi jangka panjang dikarenakan keadaan ekonomi yang memaksa mereka untuk mementingkan kehidupan yang ada di depan mata, dan ada beberapa dari mereka yang terus berusaha untuk medapatkan pendidikan walaupun sulitnya ekonomi memenjarakan mereka, pendidikan dipercayai sbagai jawaban dan investasi jangka panjang untuk kelarga. Itu semua kembali lagi kepada keluarga adakah keinginan untuk bangun atau tidak dari keterpurukan dan menstrategikan ekonomi yang terbatas untuk pendidikan.

Referensi
Declors, Jacques et al
            1999    “Belajar : Harta Karun di Dalamnya”. UNESCO
G. Shane, Harold
            1984    “Arti Pendidikan bagi Masa Depan”. Jakarta : CV. Rajawali
Kneller, George F
1965    “Anthropology of Education”. Los Angles: John Wiley&Sons Inc
Manan, Imran
1989.   “Anthropologi Pendidikan”. Jakarta : DEPDIKNAS
Reza Bastian, Aulia
            2002    “Reformasi Pendidikan”. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama
Riwut, Tjilik
2007    “Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan”. Yogyakarta : NR Publishing
Thut, I. N. & Adams, Don
2005    “Pola- Pola Pendidikan dalam Masyarakat Kontemporer”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tim Penelitain Lapangan 2008
            2009    “ Rumah Tangga Petani di Tengah Arus Pasar Dunia”. Yogyakarta: Kanisius
White, Leslie A.
1949    “The Science of Culture”. New York : Farrar Straus


[1] Unesco merupakan kepanjangan dari United Nations Educational Scientific and Cultural Organization, adalah sebuah organisasi PBB yang mengurusi tentang Pendidikan dan Kebudayaan.
[2] Nek Sawak dan Landau hanya dipisahkan sebuah sungai dan disambungkan oleh jembatan, Landau merupakan tetangga dari Nek Sawak dan sangat dekat
[3] Sawangan merupakan sebuah dusun terpencil di daerah Petungkriyono, Pekalongan, Jawa Tengah
[4] Cikumunya merupakan penyakit yang melumpuhkan sendi-sendi di bagian tubuh sehingga penderita mengalami kesakitan yang sangat, tetapi penyakit tersebut dapat kambuh dan sembuh

No comments: